SAMPIT – Pelaksanaan pemilihan kepala desa (pilkades) serentak di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) berpotensi memunculkan konflik dan masalah serius bagi pemerintahan. Karena itu, persiapannya harus matang dan regulasinya harus jelas dan tegas. Di sisi lain, Pemkab Kotim belum satu suara terkait penundaan pilkades.
”Potensi (konflik) itu akan jadi masalah ke depan, karena akan muncul berbagai gugatan. Itu berawal dari payung hukum (perda pilkades, Red) yang cacat itu. Kita khawatir 81 desa akan melakukan hal serupa. Lalu, nanti siapa yang mau tanggung jawab?” kata Ketua DPRD Kotim Jhon Krisli, Senin (13/3).
Sementara itu, panitia pemilihan kepala desa tingkat kabupaten dan DPRD Kotim sepakat merevisi Perda Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pilkades. Hal itu akan dilakukan dalam waktu dekat ini agar tidak menunda jadwal pelaksanaan yang sudah ditetapkan.
Ketua Baleg Dadang H Syamsu mengatakan, ada tiga poin dari hasil pertemuan di DPRD Kotim. Pertama sepakat merevisi perda. Alasannya, secara yuridis tidak ada calon yang memenuhi syarat.
Dalam hal ini, semua bakal calon dianggap gugur karena tidak memenuhi poin surat keterangan dari Pengadilan Negeri (PN) sebagaiamana persyaratan yang harus dilengkapi bakal calon. Kedua, pemkab memetakan persoalan yang berpotensi mengganggu kelancaran pelaksanaan pilkades.
”Terpenting lagi, sepanjang belum ada ketetapan hasil revisi, tahapan pilkades tetap dilanjutkan sesuai perda,” kata Dadang.
Dadang bersikukuh menolak penghentian proses dan tahapan pilkades. Dia menilai hal itu melawan ketentuan perda yang sudah disahkan bersama. Proses pilkades bisa tetap berjalan bersamaan dengan revisi perda.
”Yang salah justru kita apabila menghentikan tahapan, karena itu sudah jelas bertentangan dengan perda. Jangan sampai pemda sendiri yang melanggar perda itu,” katanya.
Di sisi lain, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kotim telah menghentikan tahapan pelaksanaan pilkades. ”Kami instruksikan dihentikan dulu, sampai adanya revisi perda. Kalau dipaksakan, ketika pengumuman, calon akan gugur. Kami upayakan pelaksanaan tetap tahun ini, tapi waktunya tertunda,” kata Juliansyah, Kepala Bidang Pemerintahan Desa (Pemdes) Kotim.
Menurut Juliansyah, revisi perda sangat penting dan tidak hanya satu poin saja. ”Alasan kenapa kita perlu merevisi perda ini, tidak lepas dari pelaksanaan di lapangan. Banyak masalah yang timbul,” katanya.
Masalah itu, yakni menyangkut pemilih daerah pemekaran. Banyak masyarakat yang tidak masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT), sehingga kehilangan hak pilih. Kemudian, terkait persyaratan calon, ada yang harus dikeluarkan Pengadilan Negeri (PN) Sampit, terutama berkaitan dengan surat keterangan makar, narkoba, dan terorisme. Namun, PN tidak bisa mengeluarkan surat itu.
Selanjutnya, syarat bakal calon yang berkaitan dengan domisili. Hal itu dianggap bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). ”Kami melihat putusan MK dan berkonsultasi dengan Kemendagri. Solusinya, mereka boleh jadi calon, tapi tidak punya hak pilih,” tegasnya.
Sementara itu, Bagian Hukum Pemkab Kotim Choirul Huda menegaskan, revisi Perda tentang Pilkades perlu cepat dilakukan. Namun, dia tidak sepakat dengan Dinas PMDes Kotim yang menghentikan tahapan pilkades.
”Pemberhentian sementara itu belum resmi. Melalui medsos saja. Belum ada resmi kita hentikan. Sambil berjalan, revisi kita lakukan,” tandasnya. (ang/ign)