PALANGKA RAYA – Puluhan mahasiswa yang tergabung BEM UPR, GMKI, GMNI, Walhi, BEM Faperta, BEM FISIP UPR, BEM UMP dan PMKRI menggelar aksi unjuk rasa. Aksi itu dilakukan saat kedatangan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Indonesia, Eko Putro Sandjojo di Palangka Raya, Minggu (19/11) di Jalan Yos Sudarso tak jauh dari Bundaran Besar.
Aksi itu dikawal ketat oleh puluhan personil Polres Palangka Raya dan Polda Kalteng. Aksi yang semula berlangsung tertib, walau dalam guyuran hujan lebat., ternyata berakhir bentrok dan sembilan mahasiswa terpaksa diangkut ke truk polisi. Sikap tegas itu ditempuh karena mahasiswa dianggap melakukan provokasi dan mengeluarkan kata-kata kasar kepada petugas.
Terlebih Kapolres Palangka Raya AKBP Lili Warli sudah menawarkan hanya perwakilan untuk menemui sang menteri, tetapi ditolak oleh peserta aksi. Mereka malah ingin seluruh peserta aksi bisa menemui Eko Putro Sandjojo dan menyampaikan orasi di Bundaran Besar. Keinginan itupun tidak diperbolehkan, hingga kedua kubu sama-sama ngotot hingga akhirnya terjadi bentrok serta pembubaran massa.
Pantauan Radar Palangka aksi dilakukan sekitar pukul 10.30 WIB di ruas Jalan Yos Sudarso. Puluhan mahasiswa tergabung dalam berbagai elemen itu melakukan orasi sambil membentangkan spanduk bertuliskan “Tolak Reformasi Agraria Palsu, Laksanakan Reformasi Agraria Sejati dan Pemerintah Harus Bisa Menyelesaikan Konflik Agraria”.
Tak puas karena diperbolehkan hanya berorasi di lokasi itu, mahasiswa pun meminta kepolisian mengizinkan agar bisa long march di Bundaran Besar. Namun dengan alasan ketertiban dan bisa mengganggu arus lalu lintas serta kenyamanan masyarakat, polisi tidak memperbolehkan kehendak mahasiswa hingga hujan turun dan mereka masih berorasi.
Tak lama hujan reda, keinginan mahasiswa semakin jadi untuk menuju Bundaran Besar, hingga beberapa peserta aksi melontarkan kata-kata kasar kepada petugas dan petugas meminta aksi dihentikan karena batas waktu. Namun tidak diindahkan hingga akhirnya petugas melakukan tindakan tegas dan beberapa mahasiswa terpaksa “diseret” ke dalam truk.
Di dalam truk sembilan oknum mahasiswa diinterogasi dan beberapa jam akhirnya diperbolehkan pulang, tak lama petugas pun membubarkan diri kembali ke markas dan mahasiswa kembali ke posko masing-masing organisasi.
Menanggapi kejadian itu Karo Ops Polda Kalteng Kombes Pol Achmad Suwarso menegaskan tindakan ditempuh sudah sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) kepolisian, yakni memberikan ruang untuk berorasi dan mempersilahkan mahasiswa menyampaikan pendapat. Namun ternyata disalahgunakan hingga tindakan dilakukan.
“Itu biasa saja, colek-colek sedikit saja. Tapi kita sudah sesuai SOP dalam pengamanan presiden maupun menteri dan itu sudah disampaikan hingga tindakan diambil,” tutur Perwira Menengah Polri ini didampingi Kapolres Palangka Raya AKBP Lili Warli.
Achmad menegaskan langkah itu ditempuh juga karena peserta aksi sudah melakukan pengarahan provokasi baik mendorong petugas dan melontarkan kata-kata kasar. Padahal jajaran kepolisian sudah memberikan ruang agar perwakilan bisa menemui bapak menteri.
”Jadi tadi itu bukan bentrok, ini juga nanti dimintai keterangan dan diperiksa. Intinya kita sudah lakukan SOP,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Cabang GMKI, juga Koordinator Aksi Novi (perempuan) mengatakan aksi ini dilakukan untuk menemui menteri dan long march ke Bundaran Besar, tetapi dihalangi dan diperlakukan tidak manusiawi. Bahkan ada petugas melakukan pemukulan terhadap peserta aksi. Pihaknya pun mengutuk keras aksi tersebut dan bakal menggerakkan aksi solidaritas se-Indonesia.
“Kami ini hanya ingin menyampaikan reformasi agraria yang dianggap palsu ala Jokowi-JK. Jujur kami ini inginnya ayo lakukan reformasi agraria sesuai dengan amanat UU tapi jangan melakukan reformasi ilusi. Itu saya ingin kami sampaikan,” ucapnya.
Novi yang juga mengalami perlakuan represif itu menunjukkan bajunya yang robek. Akibatnya bagian sensitif tubuhnya pun terlihat. Atas kejadian ini ia menegaskan kepolisian harus bertanggungjawab dan sejak awal aksi ia berpendapat, polisi sudah menganggap mahasiswa adalah musuh polisi.“Ini sudah tak bisa dibiarkan hingga terjadi kesewenang-wenangan dari aparat hukum,” pungkasnya sambil berlalu. (daq/vin)