NANGA BULIK - Dua pekan pascaperayaan Natal dan Tahun Baru, harga sejumlah bahan pangan belum kembali normal, seperti beras rata-rata mengalami kenaikan.
Pantauan koran ini di salah satu toko kelontong (mini market) di kota Nanga Bulik, hampir semua jenis beras mengalami kenaikan kisaran Rp5.000 hingga Rp30 ribu per sak atau sekitar Rp 1.000 per kilogram. Kenaikan harga beras ini sudah terjadi hampir sepekan terakhir.
"Sembako yang lain harganya masih tetap, seperti minyak goreng dan gula. Harga beras semua mengalami kenaikan," terang pegawai mini market, Lulu, Senin (15/1).
Lulu membeberkan untuk beras merek Dua Lele kemasan 5 kilogram dari
sebelumnya Rp61 ribu sekarang menjadi Rp67 ribu, kemasan 10 kilogram dari Rp119 ribu menjadi Rp131 ribu, yang 20 kilogram dari Rp243 ribu menjadi Rp 260 ribu, sedangkan yang kemasan 25 kilogram dari Rp 302 ribu menjadi Rp 322 ribu.
Kemudian beras merek Mangkok kemasan 5 kilogram yang sebelumnya Rp58 ribu sekarang menjadi Rp65 ribu, kemasan 10 kilogram dari sebelumnya Rp121 ribu menjadi Rp135 ribu, sedangkan yang kemasan 25 kilogram dari sebelumnya Rp273 ribu menjadi Rp310 ribu.
“Kami tidak mengetahui penyebab pasti kenaikan harga ini, diduga penyebabnya adalah pasokan yang berkurang akibat kedatangan kapal pembawa beras yang tertunda,” duga Lulu.
Terpisah, Udin, salah satu pedagang sayur mayur di pasar Nanga Bulik mengakui jika bulan Desember 2017 dan Januari 2018 memang sedang musim gelombang tinggi.
Banyak kapal barang dari Jawa yang tertunda keberangkatan. Akibatnya stok barang di Kalimantan menipis dan menyebabkan kenaikan harga. Walaupun harga dari Jawa sayur mayur juga sudah naik, karena produktivitas menurun akibat curah hujan tinggi .
"Harga cabai masih tinggi. Sekarang Rp80 ribu per kilogram. Minggu lalu malah sampai Rp100 ribu per kilogram karena pasokan sedikit ," jelasnya.
Mahalnya bahan pangan ini tentu saja dikeluhkan oleh sejumlah masyarakat. Faktanya memang tidak ada upaya pemerintah untuk mengantisipasinya.
"Kalau tidak ada hari besar keagamaan, tidak ada operasi pasar murah yang bisa menekan harga barang. Tapi walau bagaimanapun mahalnya, namanya kebutuhan makan ya harus dibeli. Tapi kalau biasanya beli beras kemasan besar, sekarang beli yang kemasan kecil, supaya cukup uang belanjanya, " ungkap Syari, ibu rumah tangga di kota Nanga Bulik.
Ia juga berharap agar pemerintah dan aparat terkait bisa mengawasi pasokan elpiji, terutama yang bersubsidi 3 kilogram. Karena sejak kebijakan konversi minyak tanah ke gas, masalah kelangkaan di pasaran tidak pernah ada solusinya.
"Kalau pun mahal, tapi stok ada, tidak masalah. Mungkin masih bisa dibeli, yang jadi masalah harga mahal, barangnya juga kosong. Sampai putar-putar kota Nanga Bulik tidak ada yang jual," keluhnya. (mex/fm)