PANGKALAN BUN – Sidang kasus terkait Jamu Klanceng yang menjerat salah seorang warga Karang Mulya Kecamatan Pangkalan Banteng, Warioboro, kembali menarik perhatian keluarga besar anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Kotawaringin Barat (Kobar). Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi ini rencananya akan dikawal sekitar 100 anggota Banser dari Kobar dan Lamandau.
Mengantisipasi aksi solidaritas terhadap Warioboro yang juga anggota Banser ini, Banser melayangkan pemberitahuan ke Mapolres Kobar. Puluhan aparat kepolisian dari hadir di Pengadilan Negeri Pangkalan Bun sejak pagi.
Rencana menerjunkan 100 Banser ternyata tidak terwujud. Hanya sekitar 30 Banser yang hadir.
”Kenapa tidak jadi 100 orang yang hadir, karena masalah teknis saja. Sekarang yang hadir sekitar 30-an orang. Kita menyampaikan izin ke polres itu hanya untuk antispasi karena ini aksi spontanitas sehingga kami tidak bisa melarang-larang mereka,” jelas Ketua Satuan Koordinasi Cabang (Satkorcab) Banser Kobar A Rozikin.
Ia mengklaim aksi mereka ini merupakan bentuk suport saja terhadap rekannya sesama anggota Banser. Dukungan ini bukan sebagai bentuk intervensi hukum. Mereka mengaku merasa terpanggil untuk mendampingi karena Warioboro bukan pemilik usaha jamu klanceng seperti yang didakwakan. Warioboro didakwa pasal 197 Undang-Undang Kesehatan Tahun 2009 dengan ancaman 15 tahun penjara.
Terdakwa ini, kata Rozikin, hanya sebagai karyawan yang kebetulan kediamannya dijadikan tempat usaha oleh Abdul Salam yang sekarang juga sama-sama menjadi terdakwa.
”Warioboro hanya sebagai karyawan, tetapi kenapa didakwaan malah berubah dia menjadi bosnya,” terang Rozikin.
Pihaknya menilai usaha ini perlu pengarahan jika terdapat kekeliruan. Apalagi ada izin usaha yang dikeluarkan oleh pemerintah kecamatan.
Dalam sidang kemarin diagendakan menghadirkan lima saksi, namun yang hadir hanya satu, yakni Kasi pelayanan Umum Kantor Kecamatan Pangkalan Banteng selaku pemberi izin usaha mikro kecil (IUMK) atas nama Ritawati. Dalam kesaksiannya ia membenarkan telah mengeluarkan IUMK tersebut dengan syarat-syarat sesuai ketentuan, salah satunya rekomendasi dari desa. Pihaknya juga tidak berkewajiban turun ke lapangan.
Menurutnya, usaha mikro dengan modal di bawah Rp 500 juta, maka izin cukup dari pemerintah kecamatan. Sedangkan usaha di atas Rp 500 juta, izin harus diajukan kepada pemerintah kabupaten.
Izin yang dikeluarkan itu, lanjut Rita, adalah untuk produksi jamu. Pihaknya tidak melakukan pengecekan ke lapangan, mengingat pemerintah desa sudah memberikan rekomendasi.
Sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) Harengga Berlian mengatakan, pihaknya masih akan menghadirkan saksi ahli dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kobar dan Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Ia masih ingin melihat bagaimana usaha yang dijalankan terdakwa, kemudian sejauh mana peran fungsi pihak-pihak terkait.
”Kita masih ingin hadirkan saksi ahli soal bagaimana regulasi dan izin edar dalam persoalan ini,” pungkasnya. (sam/yit)