SAMPIT – Meski sudah disahkan dalam forum rapat Paripurna, ternyata APBD Kotim tahun 2019 belum ditandatangani Ketua DPRD Kotim Jhon Krisli. Dokumen itu hanya ditandatangani Wakil Ketua DPRD Supriadi dan Wakil Bupati Kotim HM Taufiq Mukri.
”Sampai saat ini saya belum pernah tanda tangan APBD Kotim 2019. Saya melihat ada sejumlah persoalan dan permasalahan dalam APBD itu. Saran saya tidak diikuti,” kata Jhon, Rabu (28/11).
Menurut Jhon, selama saran dan pendapatnya tidak dengarkan, artinya APBD itu masih banyak cacatnya. Salah satunya dalam perencanaan program yang tidak sesuai dengan mekanisme. Mulai dari musrenbang hingga masuk dalam dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) tahunan. Kemudian, masuk dalam Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) dan Rencana Kerja Anggaran (RKA).
”Sebenarnya saya hanya memberikan saran, karena saya melihat banyak masalah dan itu tidak diperbaiki. Saya tidak mau teken APBD Kotim. Kalau itu diperbaiki sesuai dengan RKA, maka akan saya teken,” tegasnya.
Jhon juga membuka aib sistem penganggaran di Kotim saat memberikan sambutan pada rencana awal perubahan RPJMD Kotim 2016-2021 di aula Bapedda Kotim. Salah satunya berkaitan dengan penganggaran yang dilakukan eksekutif.
Dia juga mengungkap adanya program siluman atau titipan yang biasanya muncul di pertengahan jalan tanpa melalui mekanisme. ”Saya sampaikan hal itu, karena memang yang saya ketahui demikian selama saya duduk di DPRD ini,” tutur Jhon.
Menurutnya, kebiasaan buruk di eksekutif itu masih saja terjadi, yakni mengubah dokumen pelaksanaan anggaran (DPA). Artinya, apa yang tertuang dalam DPA itu kadang tidak ada di RKA. Dia mensinyalir, Perda APBD Kotim yang ditandatangani bersama, bisa berbeda dengan Perda APBD yang diusulkan ke Gubernur Kalteng untuk dievaluasi.
”Kadang-kadang tidak masuk di RKA, setelah disahkan tahu-tahu ada muncul dalam DPA. Ini namanya program siluman,” ujar Jhon.
Pola yang demikian, lanjutnya, masih jadi tradisi dan merusak tatanan birokrasi di Kotim. Akibatnya, uang di APBD Kotim tidak fokus dalam menggarap sebuah program prioritas. Sebab, dalam perencanaannya tidak melalui sistem berjenjang sebagaimana mestinya.
Bermasalahnya APBD Kotim itu sudah terendus saat pengesahan pekan lalu. Sejumlah anggota DPRD Kotim tak hadir. Hanya separuh kursi legislator yang terisi. Pengesahan hanya dilakukan Wakil Ketua DPRD Supriadi dan Wakil Bupati Kotim HM Taufiq Mukri.
Supriadi mengaku bingung dengan banyaknya anggota yang tak hadir. Namun, dia enggan menanggapi kehadiran rekan-rekannya termasuk unsur pimpinan tersebut. ”Tak bisa komentar saya soal itu, karena di sini kolektif kolegial,” kata dia.
Supriadi menuturkan, dia tetap melanjutkan paripurna karena pembahasan RAPBD 2019 sudah rampung dan raperda lainnya juga sudah selesai. Dengan demikian, tak ada alasan untuk menunda lagi.
Dia menegaskan, RAPBD yang hanya ditandatangani dirinya bersama wakil bupati itu sah. ”Siapa bilang itu tidak sah, karena pengambilan keputusannya melalui sidang paripurna, jadi tidak ada istilah tidak sah,” katanya.
APBD Kotim 2019 yang disahkan itu, meningkat hingga di angka Rp 1,9 triliun. Kenaikan itu cukup signifikan dari gambaran dalam KUA dan PPAS yang hanya memasang target Rp 1,5 triliun. Sesuai kesepakatan, pendapatan di tahun anggaran 2019 sebesar Rp 1,85 triliun dan belanja sebesar Rp 1,93 triliun, sehingga terjadi defisit sebesar Rp 83,26 miliar atau 4,50 persen dari total APBD. (ang/ign)