SAMPIT – Bupati Kotawaringin Timur (Kotim) Supian Hadi tersandung kasus tindak pidana korupsi. Dia diduga menerima suap dari penerbitan izin tambang ilegal dengan total sebesar Rp 2,56 miliar. Akibat perbuatannya, negara juga dirugikan hingga Rp 5,8 triliun.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Supian sebagai tersangka, Jumat (1/2). ”Berdasarkan bukti permulaan yang cukup, KPK menemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pemberian izin usaha pertambangan terhadap tiga perusahaan di Kotim tahun 2010-2012,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarief.
Laode mengatakan, Supian diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain/korporasi, menyalahgunakan wewenang kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam pemberian IUP terhadap tiga perusahaan.
Adapun tiga perusahaan itu, yakni PT Fajar Mentaya Abadi (FMA), PT Billy Indonesia (BI), dan PT Aries Iron Mining (AIM). Masing-masing perizinan itu diberikan pada tahun 2010 hingga 2012.
Menurut Syarif, diduga pemberian izin usaha pertambangan tersebut tidak sesuai dengan persyaratan dan melanggar aturan. Perbuatan tersebut diduga telah merugikan negara sekitar Rp 5,8 triliun dan 711.000 US$. Nilai kerugian itu melebihi kasus megakorupsi yang ditangani KPK, yakni KTP elektronik Rp 2,3 triliun dan BLBI Rp 4,58 triliun.
”Dugaan kerugian negara itu dihitung dari dari hasil produksi pertambangan bauksit, kerusakan lingkungan, dan kerugian kehutanan akibat produksi dan kegiatan pertambangan,” kata Laode.
Terkait sejumlah pemberian izin tersebut, lanjut Laode, diduga Supian menerima imbalan berupa mobil Toyota Land Cruiser senilai Rp 710 juta, mobil Hummer H3 seharga Rp 1,35 miliar, dan uang sebesar Rp 500 juta yang diduga diterima melalui pihak lain. Total seluruhnya Rp 2,56 miliar.
Laode menambahkan, Supian dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.
”KPK sangat prihatin atas kondisi ini. Potensi sumber daya alam yang begitu besar, dikuasai hanya oleh sekelompok pengusaha,” kata Laode.
Tersangka Sejak 2018
Sementara itu, Supian Hadi sudah tak terlihat di Sampit sejak Rabu (30/1). Saat itu dia dikabarkan pergi keluar kota. Sebelumnya, Supian, Selasa (29/1) sore, Supian meninjau fasilitas pasar PPM bersama Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kotim Redy Setiawan.
Kabar mengenai penetapan tersangka terhadap Supian menghebohkan Kotim sejak Kamis (31/1). Saat itu belum ada pernyataan resmi dari KPK. Status tersangka itu diketahui dari laman website KPK berdasarkan surat perintah penyidikan nomor sprint. Dik/179/DIK.00/01/12/2018.
Artinya, status tersangka itu sudah disandang Supian sejak 12 Desember 2018 lalu. Kabar itu langsung bikin heboh warga Kotim. Publik mempertanyakan kebenarannya. Apalagi setelah laman yang memuat sprindik itu tiba-tiba dihapus.
Radar Sampit sempat mengunjungi kediaman Supian di Jalan Caman, Kamis lalu. Rumahnya tampak sepi. Tidak ada aktivitas keluar masuk kendaraan. Orang-orang terdekat Supian menyatakan, orang nomor satu di Kotim itu sedang dinas luar kota. Nomor telepon genggam dan Instagramnya tak aktif.
Sejumlah pejabat yang ditemui Radar Sampit mengaku tidak tahu persis keberadaan Supian dan kondisinya di tengah merebaknya kabar tersebut. Mereka hanya berharap agar pemerintahan tetap berjalan normal.
Wakil Bupati Kotim M Taufiq Mukri saat mengatakan, Supian Hadi sedang dinas luar. Namun, dia tak tahu persis kegiatannya.
Gubernur Kalteng Sugianto Sabran kepada wartawan mengatakan, akan melihat dan memantau kasus itu. Dia menegaskan, sejumlah kejadian yang berkaitan dengan penetapan tersangka oleh KPK, harus menjadi pelajaran, khususnya bagi para pejabat pemerintahan. Diharapkan pejabat dalam tugasnya tidak melakukan pelanggaran yang mengarah pada tindakan hukum.
”Setulnya kasus-kasus itu untuk mengingatkan, baik bupati, wali kota, dan semuanya. Semua ini kan ada aturannya. Kalau ada penyimpangan, akan berurusan dengan penegak hukum,” ucapnya.
Sugianto mengaku tidak terkejut mengenai adanya informasi penetapan tersangka tersebut. Pasalnya, penindakan oleh lembaga antirasuah ini sudah sering terjadi, baik di luar dan di Kalteng sendiri. Penindakan tersebut tentunya karena KPK melihat adanya pelanggaran hukum yang dapat merugikan negara.
”Biasa saja. Saya tidak terkejut. Penindakan dan penangkapan oleh KPK ini kan hampir setiap hari kita dengar, sehingga orang melihat itu sebagai hal yang biasa,” ujarnya. (sla/ang/dc/sho/ign)