KERI, primata langka yang dipelihara Suryani (39) seolah sudah jadi bagian dari keluarga. Sebulan lebih merawatnya, dia masih merasa berat harus melepas hewan lucu itu ke aparat berwenang.
YUNI PRATIWI, Sampit
Mata Suryani tampak bekaca-kaca. Meski mengaku ikhlas, wanita itu terlihat sangat berat berbisah dari Keri yang sudah dipeliharanya sejak 9 Januari 2019 lalu.
Orang utan itu terlihat nyaman di pangkuan wanita tersebut. Ibu dua anak ini pertama kali bertemu dengan Keri saat berjualan kain keliling kampung di Desa Tumbang Manya.
Kondisi Keri saat itu sangat memprihatinkan. Tubuhnya kurus. Banyak bentol-bentol bekas gigitan nyamuk di wajahnya dan sedikit luka di bagian kaki.
”Saya biasa berjualan kain keliling kampung waktu. Masuk ke salah satu rumah, saya lihat Keri. Saya tanya ini dapat di mana? Terus mereka jawab, dapat di hutan,” ujarnya, seraya menambahkan, orang utan itu sudah dirawat selama 26 hari oleh warga tersebut.
Keri kemudian dibawa ke kampung. Ketika pemiliknya ke ladang, satwa itu juga dibawa. Melihat Keri yang tidak terawat dengan baik, Suryani pun berusaha meminta orang utan itu.
Awalnya warga tersebut menolak memberikan Keri. Suryani pun pulang dan menceritakan hal itu pada suaminya.
”Suami saya bilang, itu termasuk hewan yang dilindungi. Karena tempat tinggalnya juga sudah tidak layak lagi, tinggal di luar dan dimakan nyamuk, besoknya saya kembali lagi ke sana,” ujarnya.
Kepada Suryani, warga yang pertama kali menemukan bayi orang utan itu meminta uang perawatan sebesar Rp 300 ribu. Suryani pun membawa pulang orang utan itu.
”Suami saya langsung minta nomor telepon Polsek Antang Kalang. Diberi nomor telepon BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam),” ujarnya.
Sejak awal, dia dan suami menyadari satwa itu termasuk hewan dilindungi. Atas kesadaran itulah dia menghubungi dan menyerahkan orang utan itu kepada BKSDA.
”Keri sudah satu bulan lima hari tinggal dengan kami. Sepertinya ada kontak batin bahwa hewan seperti ini, terbiasa dengan kita dan mengerti pembicaraan kita,” ujarnya seraya menambahkan, Keri merupakan nama yang diberi anaknya.
Menurut Suryani, Keri makan apa saja makanan yang diberi padanya. Namun, dia berusaha merawatnya sepenuh hati. Merawat bayi orang utan tak mudah, perlu perawatan ekstra.
Sehari dua kali, Keri diberi minum susu, makan nasi yang dihaluskan, ganti popok kalau basah, dan harus membersihkan kotorannya saat buang air besar. ”Kalau buang air besar, saya yang bersihkan. Repot juga sih,” ujarnya.
Selain nasi, Keri juga biasa diberi makan pisang, mandi sehari sekali. Tidur pun menggunakan kelambu agar tidak digigit nyamuk. Dia tak berani menggunakan obat nyamuk, khawatir asapnya membahayakan Keri.
Suryani mengaku sedih berpisah dengan Keri, apalagi anak-anaknya sangat menyukai satwa. Sebelum diserahkan ke BKSDA, Keri terlebih dahulu dipakaikan baju agar tidak kedinginan.
”Saya ikhlas saja, karena Keri memang harus mendapatkan tempat yang layak,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala BKSDA Kotim Muriansyah mengatakan, anak orang utan yang diduga sengaja ditinggal induknya itu akan dibawa ke sebuah penangkaran orang utan di Kotawaringin Barat, Pangkalan Bun.
”Kalau dilihat dari gigi anak orang utan ini, usianya kisaran 6 bulan. Dari segi kesehatannya pun alhamdulillah baik. Namun, kondisi badan anak orang utan ini sangat kurus,” jelas Muriansyah ketika dibincangi Radar Sampit.
Dia tidak mengetahui alasan yang membuat induk orang utan itu meninggalkan anaknya. Padahal, induk orang utan biasanya tidak pernah mau membiarkan anaknya jauh, apalagi sengaja ditinggalkan. Dia menduga induk Keri telah tewas. (rm-96/sir/ign)