BATU akik yang booming 2015 lalu kini mulai bersinar lagi. Sejak akhir 2018, perlahan tapi pasti, jumlah pembelinya meningkat.
DINTYA AYU PURIKA, Sampit
Masih segar dalam ingatan Fahrin, pemilik toko ”Aura Permata” yang menjual batu perhiasan, populernya batu akik beberapa tahun silam mendongkrak perekonomian mereka.
Saat itu, dalam sehari, Fahrin dan rekan-rekannya bisa meraup omset sebesar Rp 3,5 juta – Rp 4 juta per hari. Kondisi demikian berlangsung hingga sekitar setahun.
Berbagai macam model cincin dan batu akik, laris manis dibeli konsumen, baik oleh pecinta batu akik maupun yang hanya sekadar mengikuti tren. Namun, setelah setahun, tren batu akik mulai meredup.
Fahrin dan sejumlah pedagang batu perhiasan lainnya mulai khawatir terhadap eksistensi usahanya. Dia dan rekan-rekannya tak habis pikir batu akik mulai sepi peminat. Bahkan, sejumlah pelaku usaha cincin dadakan mulai gulung tikar.
”Justru saat habis Lebaran tahun 2015 itu, saya sudah mulai khawatir, ini nanti kalau sudah gak eksis lagi gimana? Saya pernah memikirkan hal itu, akhirnya kejadianlah mulai sedikit peminat,” katanya.
”Mungkin mereka jenuh, bosan, atau memang daya beli masyarakat terhadap batu akik menurun. Kecuali kalau dia kolektor batu akik,” tambahnya lagi.
Fahrin menuturkan, hal itu jadi pelajaran berharga baginya, bahwa sesuatu yang booming belum tentu efek di belakangnya baik.
”Saya menyebutnya tragis. Tragis sekali. Kasihan juga, pemain baru (pedagang dadakan, Red) betul-betul berhenti mendadak. Peminat sama sekali gak ada. Kaget sih iya, berhenti total waktu itu, pemain baru langsung koleps,” paparnya.
Menurut Fahrin, saat booming, di sekitar Pasar Berdikari Sampit, pedagang dadakan batu akik menjamur. Namun, kini hanya tinggal 7 kios toko yang masih menjual cincin batu akik. Mereka juga bertahan karena tak hanya bertumpu pada batu akik, namun juga menjual cendera mata kerajinan tangan khas kota Sampit.
Fahrin menambahkan, dia bertahan karena masih ada yang berminat tentang segala jenis batu. Biasanya mereka pecinta batu sejati, kolektor, maupun penggila seni batu. Batu-batu yang memiliki nilai jual tinggi, sampai kapan pun harganya malah justru naik, seperti zamrud, ruby, blue sapphire, dan lainnya.
Hal tersebut dikarenakan batu merupakan salah satu barang atau benda yang langka dan semakin sulit dicari.
”Pelanggan tetap biasanya memang orang yang ngerti batu. Justru yang mengerti harga jual batu, bila barang di pasaran banyak, dia malah menyimpannya. Tapi, nanti kalau mulai langka, dia bisa jual dengan harga tinggi,” ungkapnya.
Sejak Desember 2018, lanjutnya, mulai ada pergerakan dari para pecinta batu akik. Meskipun tidak sebanyak saat cincin batu akik booming dulu.
”Sudah tiga bulan terakhir ini mulai ada lagi yang minat. Mereka pecinta batu, bukan yang sekadar ikut-ikutan tren. Justru lebih aman seperti itu, daripada yang hanya sekadar ikutan tren saja,” pungkasnya.(*/ign)