SAMPIT - Kondisi Zulhaidir mulai membaik. Namun, Zulhaidir masih merasakan nyeri di lengannya.
Zuk kehilangan tangan kirinya setelah diserang buaya di Desa Lempuyang, Kecamatan Teluk Sampit, 1 Februari pukul 18.30 WIB. Buaya tersebut menyerangnya saat Zul mandi di sekitar lanting rumahnya.
“Kadang masih terasa nyeri,” ujar Zul, warga Desa Lampuyang Kecamatan Teluk Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur.
Sementara ini, Zul bersama istri dan anak keduanya tinggal di rumah kakak kandungnya, Nani, Jalan Muchran Ali, Gang Muslimin Baamang Tengah. Sedangkan putra sulungnya berada di Desa Lampuyang bersama neneknya.
Tak jarang anak sulungnya mencari nafkah, menjual hasil kebun dan menjala semampunya.
“Tapi belakangan ini sudah tidak lagi, kemarin kelotok (perahu kecilnya) sempat karam, dibiarkan anak saya saja di tengah sungai, karena dia juga takut ada buaya,” tambahnya.
Zulhaidir prihatin dengan kondisi keluarganya saat ini. Terlebih dirinya sebagai kepala keluarga tidak bisa berbuat apa-apa pasca tangan kirinya putus.
Ia merasa kasian anaknya yang harus berjuang di tengah sungai yang kondisinya belum aman dari predator.
“Masih banyak buaya di situ. Saya kasihan, tapi mau bagaimana lagi saya juga belum bisa berbuat apa-apa,” tandas Zul.
Sebelum peristiwa nahas itu, Zul mengaku kelotoknya kerap bersenggolan dengan buaya saat menjala udang.
Dirinya ingin segera pulang ke desa, menata kehidupan mulai dari nol lagi. Dia ingin pindah ke tempat yang lebih aman. Dia masih trauma jika harus tinggal di pinggir sungai.
“Saya dan anak-anak saya trauma, tetangga juga takut kalau buaya menyerang lagi,” ucap anak ke-8 dari 11 bersaudara ini.
Zulhaidir berkeinginan menjual tanah dan membeli kambing untuk usaha kedepannya. Jika melihat kondisinya saat ini, kerja berat sudah tidak memungkinkan lagi. Hasil dari menjala udang tidak menentu. Dalam sehari bisa Rp. 100 ribu hingga Rp. 200 ribu, tak jarang penghasilan itu untuk beberapa hari ke dapan saat tidak ada tangkapan.
Hingga saat ini Zulhaidir masih mengonsumsi obat-obatan resep rumah sakit, ditambah dengan ramuan-ramuan tradisional. Sebab obat dari dokter hanya mampu bertahan beberapa saat saja untuk mengurangi rasa nyeri.
Zulhaidir ingin tinggal satu minggu lagi di Sampit sambil mengurus perekaman KTP elektronik. Dia berharap adanya perhatian dari pemerintah terkait kondisinya saat ini.
Dia mengaku sempat ditolak salah satu puskesmas di Sampit saat ingin mengganti dan membersihkan luka. Pegawai puskesmas beralasan bahwa kondisi pascaoperasi besar harus ditangani oleh rumah sakit. Sementara rumah sakit yang memberikan rujukan agar dilakukan perawatan di puskesmas terdekat, mengingat apabila di rumah sakit Zul harus mengatre hingga tengah hari.
“Kalau di rumah sakit antrenya lama bisa sampai jam 2 siang baru dapat obat, kepala saya pusing, sampai tiduran di lantai di rumah sakit,” pungkas Zul yang menginginkan layanan kesehatan di desanya ditingkatkan lagi.
Nani kakak kandung Zul prihatin dengan kondisi adiknya tersebut. “Kalau buaya ditembak, kita dipenjara. Tapi kalau buaya yang mangsa manusia, apa tindak lanjutnya? Yang jadi korban ini kepala keluarga, bagaimana nasib anak-anaknya?” tuturnya.
Nani pun menginginkan agar kondisi adiknya itu membaik dulu baru diizinkan kembali ke desa. “Di sana jauh kemana-mana, kalau ada apa-apa repot juga,” tuturnya. (rm-96/yit)