SAMPIT –Asap dari kebakaran hutan dan lahan berdampak pada gangguan kesehatan. Bahkan, nyawa bisa melayang secara perlahan akibat bencana tahunan itu. Perlu upaya lebih keras dari semua pihak agar asap itu tak terus menyiksa warga yang menghirupnya.
Spesialis Paru Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Murjani Sampit Efraim Kendek Biring, Selasa (30/7), mengatakan, dampak asap karhutla dapat berbahaya tergantung kualitas udara yang dilihat berdasarkan indeks standar pencemaran udara (ISPU).
Dalam istilah ISPU, Efraim menjelaskan, ada partikel yang biasa disebut partikulate matter (PM). PM itu terdiri dari partikel kasar (PM10) ukuran 2,5-10 mikrometer, partikel halus (PM 2,5) ukuran 0,1-2,5 mikrometer, dan ultrafine particles, ukuran < 0,1 mikrometer.
PM yang berukuran lebih dari 10 mikrometer, lanjut Efraim, tidak masuk ke paru-paru, tetapi dapat mengakibatkan iritasi mata, hidung, dan tenggorokan. Partikel yang kurang dari 10 mikrometer dapat terhirup sampai paru-paru, sehingga dapat berefek buruk pada paru-paru dan jantung.
”Pada tingkat berbahaya sangat berisiko kematian terhadap penderita penyakit jantung dan paru, khususnya bagi orang tua,” kata Efraim, Selasa (30/7).
Namun, menurut Efraim, kematian karena menghirup asap kebakaran hutan tanpa disertai luka bakar jarang mencabut nyawa. ”Risiko kematian akan meningkat bila terjadi kenaikan PM10 sebesar 30 mikrogram per milimeter kubik dan lamanya pajanan (peristiwa yang menimbulkan risiko penularan, Red),” jelasnya.
Di samping itu, katanya, risiko kematian akan semakin meningkat apabila seseorang memiliki riwayat penyakit paru, seperti asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), penyakit jantung, usia tua, anak-anak, dan lain-lain.
”Pajanan asap akan meningkatkan kemungkinan ISPA oleh bakteri dan virus akibat penekanan aktivitas sel-sel pertahanan tubuh. Jadi, asap bukan penyebab ISPA secara langsung, tetapi secara tidak langsung dapat menimbulkan penekanan aktivitas sel pertahanan tubuh,” katanya.
Lebih lanjut Efraim mengatakan, kandungan asap dari karhutla, seperti gas karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), sulfur dioksida NO2), ozon (O3), sulfur dioksida (SO2), dan berbagai senyawa zat bahan kimia dalam jumlah sedikit, seperti akrolein, formaldehid, polisiklik aromatik hidrokarbon, dan lain-lain, dapat membahayakan kesehatan manusia serta menimbukan efek buruk terhadap kesehatan.
Efek tersebut, tambahnya, bisa berdampak jangka pendek (akut) dan jangka panjang. Pada jangka pendek, seseorang akan mengalami iritasi, ISPA, penurunan fungsi paru, memicu serangan asma, dan eksaserbasi penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), serta memperburuk atau memperparah penyakit jantung.
”Efek jangka panjangnya, seseorang bisa mengalami penurunan fungsi paru dan peningkatan hiperaktivitas saluran pernapasan,” jelas Efraim.
Menurutnya, polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) yang terkandung pada asap karhutla merupakan salah satu pemicu kanker yang perlu diwaspadai. Pasalnya, senyawa organik yang tersebar luas di alam, bentuknya terdiri dari beberapa rantai siklik aromatik dan bersifat hidrofobik.
Pada senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon tertentu, Efraim menuturkan, ada yang bersifat karsinogenik, yakni kanker. Senyawa ini dapat menghasilkan tumor pada tikus dalam waktu yang sangat singkat meskipun hanya sedikit yang dioleskan pada kulit.
”Senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon ini merupakan salah satu pemicu kanker, meskipun belum ada bukti dan laporan terjadi kanker akibat pajanan asap kebakaran hutan dan lahan, tetapi tetap harus diwaspadai dan dilakukan pencegahan,” kata Efraim.
Lebih lanjut, Efraim mengatakan pada prinsipnya upaya pencegahan dan penanganan dampak kesehatan akibat asap kebakaran hutan meliputi upaya primer dan sekunder.
Upaya primer, katanya, dapat dilakukan dengan menghilangkan sumber masalah melalui pemadaman, meminimalkan pajanan asap kebakaran, mengurangi aktivitas di luar ruangan, menghindari menambah polusi di dalam ruangan, dan lainnya.
Kemudian, lanjutnya, upaya sekunder dapat dilakukan dengan mengenali gejala atau keluhan dampak asap. Hal tersebut bisa dilakukan dengan mempersiapkan obat-obatan untuk pertolongan awal.
”Diutamakan bagi yang mempunyai penyakit sebelumnya, seperti asma, PPOK, dan jantung. Segera rutin lakukan kontrol ke dokter atau pelayanan fasilitas kesehatan apabila terjadi masalah kesehatan,” ujarnya.
Selain upaya primer dan sekunder, Efraim menambahkan, pencegahan ISPA dapat dilakukan dengan upaya tersier, seperti menjalankan pola hidup bersih dan sehat (PHBS), makan-makanan bergizi, istirahat yang cukup, cuci tangan, terutama setelah menggunakan fasilitas umum, serta dapat juga menggunakan obat suplemen makanan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
”Umumnya, gejala ISPA dapat diketahui ketika seseorang mengalami batuk, pilek, hidung tersumbat, demam,nyeri badan dan lain-lain. Apabila sudah terkena penyakit dampak asap karhutla, stop kebiasaan yang memperburuk penyakit, seperti merokok. Lakukan pengobatan maksimal dan teratur berobat ke dokter atau fasilitas layanan kesehatan,” jelasnya.
Terpisah, Kepala Bidang Pelayanan Medik RSUD dr Murjani Ari Wijayanto melalui Kepala Seksi Rekam Medik Sugeng mengatakan, jumlah kasus ISPA dengan berbagai golongan yang dirawat jalan pada Juli 2019 di meningkat.
”Pada minggu pertama delapan pasien, minggu kedua sepuluh pasien, minggu ketiga 15 pasien, dan minggu keempat 20 pasien. Total pasien secara keseluruhan pada Juli 2019 sebanyak 53 pasien rawat jalan,” katanya.
Sebaliknya, pasien yang dirawat inap di RSUD dr Murjani Sampit, menurun dengan total jumlah keseluruhan selama Juli sebanyak 14 pasien. ”Rata-rata mengalami faringitis akut. Pada minggu pertama tujuh pasien, minggu kedua empat pasien, minggu ketiga tiga pasien, dan minggu keempat nihil,” tandasnya. (hgn/ign)