SAMPIT – Tingginya angka perceraian di Kotim yang membuat sekitar 1.800 wanita menjadi janda, jadi sorotan khusus Bupati Kotim Supian Hadi. Menurutnya, perceraian seharusnya jangan sampai terjadi, karena hanya akan membuat anak menjadi korban.
”Ini angka yang tidak baik,” ujarnya saat memberikan sambutan pada peringatan HUT Kotim ke-67 di Tenis Indoor Stadion 29 November Sampit, Selasa (7/1).
Terkadang, kata Supian, bercerai bisa jadi satu-satunya pilihan yang diambil orang tua setelah mengalami berbagai konflik rumah tangga. Perceraian bisa menciptakan gejolak emosi bagi seluruh keluarga dan berdampak besar pada psikologis anak.
Pada anak, lanjutnya, perceraian orang tua sangat menakutkan, membingungkan, dan membuat frustrasi. ”Binalah rumah tangga dengan benar. Cukup Bupati Kotim yang menjadi contoh tidak baik, karena saya yang merasakan. Tanya Ibu Iswanti (Wakil Bupati Seruyan, mantan istri Supian). Bukan saya dan Ibu Iswanti yang jadi korban, tetapi anak kami,” ungkapnya.
Berdasarkan data Pengadilan Agama Sampit, total ada sebanyak 1.833 janda dalam tiga tahun terakhir. Pada 2017, cerai gugat istri ke suami sebanyak 617 gugatan; 2018 sebanyak 659 gugatan, dan 2019 menurun menjadi 557 gugatan sampai Oktober 2019. Perceraian itu didominasi berbagai faktor, di antaranya perselingkuhan, ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga, dan media sosial.
Supian berujar, untuk beberapa anak, sebenarnya perpisahan orang tua bukanlah bagian paling sulit. Anak bisa stres dengan berbagai perubahan yang terjadi, termasuk pindah sekolah, tinggal di rumah baru, berada di lingkungan baru, dan hanya tinggal dengan salah satu orang tua.
”Anak ketemu belum tentu seminggu sekali atau sebulan sekali. Kalau masih bisa bertemu pada satu kegiatan masih syukur. Kalau Ibu Iswanti, karena dua orang (anaknya) ikut di sana, jadi setiap hari bisa bertemu,” katanya.
Menurut Supian, kondisi seperti itu akan menjadi momen yang buruk bagi keluarga. Karena itu, dia berharap hal demikian tak terjadi pada pasangan suami istri lainnya. Perceraian sebisa mungkin harus dihindari.
”Bagaimana kita menyiapkan generasi muda ke depan untuk jadi pemimpin kalau orang tuanya saja tidak dapat dijadikan contoh,” tegasnya.
Supian menuturkan, perceraian yang berdampak pada psikologis anak diharapkan bisa dihindari melalui komunikasi yang terjalin dengan baik antara suami dan istri. Bersama berupaya menjaga keutuhan rumah tangga.
”Makanya saya bilang, cukup Bupati Kotim yang becerai. Jangan lagi ada ASN (aparatur sipil negara) lainnya. Ayo didik istri. Istri juga jaga suaminya. Pintar-pintar merawat suami,” katanya seraya berkelakar kalau suami keluar, ATM dan uang selebihnya harus disimpan istri, sementara suami cukup diberi uang untuk beli rokok.
Lebih lanjut Supian mengatakan, perceraian merupakan beban berat bagi semua pihak. Karena itu, perceraian jangan sampai lagi terjadi. Peran serta tokoh agama merupakan kunci untuk memberikan pemahaman dan meningkatkan keimanan masyarakat Kotim.
Sementara itu, pada peringatan HUT Kotim ke-67, tak banyak kejutan yang terjadi antara Supian dan Iswanti. Tak seperti pada peringatan HUT Kotim sebelumnya. Tidak ada suapan spesial dari mantan pasutri itu, meskipun awak media serta tamu yang hadir mengharapkan momen tersebut berulang.
Bahkan, usai pemotongan tumpeng yang dilakukan Supian dan Ketua DPRD Kotim Rinie, dia mengisyaratkan kepada pembawa acara agar acara pemotongan tumpeng disudahi dan dilanjutkan ke acara berikutnya. Supian seolah tidak ingin mengulang momen yang sempat menjadi buah bibir warga Kotim tahun lalu itu. (yn/ign)