SAMPIT - Musim hujan berdampak terhadap produktivitas petani karet. Hasil sadapan getah karet anjlok.
”Karena hujan, kami tidak bisa bekerja, paling seminggu ini sekali panen,” kata Asman, petani karet di Kotabesi.
Ketika cuaca normal, Asman bisa memproduksi karet mentah sekitar 150 kilogram per pekan. Namun saat musim hujan, maksimal hanya mendapatkan 50 kilogram per pekan. Harga jualpun cukup rendah, yakni Rp 6500 per kilogram.
”Kalau hujan, kita tidak bisa panen karena batangnya basah. Selain merusak pohonnya, getanya banyak yang keluar dari penampungan. Itu alasan kami tidak mau panen di musim hujan,” kata dia.
Senada diungkapkan Sarwino, warga Cempaga. Akibat musim hujan, banyak petani absen panen karet. Di lain sisi dia mengeluhkan harga yang tidak pernah naik. Sejak beberapa tahun lalu hingga kini, harga tetap Rp 6.500 per kilogram di tingkat petani.
”Katanya di tingkat pengepul harganya tinggi, entah apa persoalannya ini? Apakah ada permainan harga sehingga tidak pernah ada kenaikan harga sama sekali di tingkat petani,” keluh Sarwino.
Selama ini para petani merasa terabaikan oleh pemerintah maupun wakil rakyat. “Anggota dewan juga tidak pernah menyampaikan ke kami, kenapa harga begini. Padahal kami berharap mereka bisa memperjuangkan harga, setidaknya naik Rp 1.000 atau Rp 2000, biar seimbang juga harganya dengan gula dan beras,” kata dia.
Selama musim hujan ini, mereka banting setir menjadi petani rotan. Meski hujan, aktivitas panen rotan masih bisa berjalan. Sejauh ini harga rotan hanya Rp 2500 per kilogram. Harga ini anjlok dibanding sebelumnya yang mencapai Rp 3500 per kilogram. (ang/yit)