MUARA TEWEH – Hutan Gunung Piyuyan yang terletak di Desa Muara Mea, Gunung Purei merupakan tempat yang sakral bagi umat Hindu Kaharingan, di wilayah Kabupaten Barito Utara (Batara), khususnya di desa setempat. Gunung tersebut disakralkan, karena dipercaya sebagai tempat tinggal suci roh leluhur yang sudah meninggal dunia.
Berdasarkan kepercayaan setempat, setiap umat Hindu Kaharingan yang meninggal dunia, dan dilaksanakan ritual rukun kematian tingkat akhir yaitu wara atau Gambok. Roh nya diantarkan oleh Buring Wara ke Gunung Piyuyan dan Gunung Lumut dengan sebutan Sorga Tenangkai.
Sementara itu, adanya aktivitas dari PT Indexim Utama coorporation (IUC) yang diduga merambah ke zona hutan sakral tersebut, menuai reaksi dari Pemerintahan Desa, BPD Desa, pemangku adat dan majelis kelompok agama Hindu Haharingan resort Gunung Purei.
Mereka pun meminta perusahaan yang bergerak di bidang HPH untuk menghentikan aktivitasnya di Zona Hutan Sakral Piyuyan yang selama ini dijaga kelestariannya oleh masyarakat setempat.
Permintaan tersebut disampaikan dalam pertemuan yang dilakukan di Desa Muara Mea, Rabu (1/7), dan dihadiri manajer camp, Drs Awi Andi Tanseng, serta juga tertuang dalam surat yang disampaikan kepada perusahaan pada tanggal 29 Juni lalu.
Perwakilan warga setempat, Dedi Kiswanto mengatakan, Hutan Gunung Peyuyan adalah kawasan yang dikeramatkan oleh Umat Hindu Kaharingan.
”Kita mengecam keras tindakan perusahaan yang telah melakukan aktivitas di kawasan hutan Hutan Gunung Peyuyan,” katanya.
Dibeberkannya, berdasarkan hasil musyawarah tersebut, masyarakat tetap meminta perusahaan untuk menghentikan aktivitas penebangan, karena menghindari kerusakan yang lebih lanjut di hutan sakral tersebut. Selain itu, masyarakat mendesak agar areal Hutan sakral Peyuyan dan Penyenteaw dikeluarkan dari wilayah RKT perusahaan, serta sebelum ada penyelesaian, perusahaan dilarang beraktivitas.
”Berdasarakan berita acara juga perusahaan dan masyarakat akan membentuk tim untuk menginventarisir kerusakan dan membuat batas patok wilayah hutan sakral itu,” tandasnya.
Sementara itu, pihak perusahaan tersebut masih tidak diketahui keberadaan kantornya di Muara Teweh dan belum bisa dikonifrmasi untuk menjelaskan persoalan tersebut ke publik. (viv/gus)