SAMPIT – Tes cepat Covid-19 di Unit Donor Darah (UDD) Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) berbiaya murah disambut antusias warga yang akan melakukan perjalanan lintas daerah. Sebanyak 182 orang mengikuti tes skrining antibodi dengan metode Electro-Chemiluminescence Immunoassay (ECLIA) tersebut dinyatakan nonreaktif.
”Alhamdulillah, dari 182 orang yang mengikuti tes cepat di PMI Kotim, tidak ada yang reaktif," kata Ketua Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 (GTPPC-19) Supian Hadi melalui Juru Bicara (Jubir) GTPPC-19 Kotim Multazam, Senin (13/7).
Menurutnya, masyarakat cukup antusias mengikuti tes dengan harga yang cukup terjangkau itu, yakni hanya sebesar Rp 125 ribu. ”Warga memerlukan tes ini untuk berbagi kepentingan, sehingga dengan adanya tes skrining antibodi metode ECLIA dengan harga yang tidak mahal sangat membantu masyarakat," katanya.
Dia menambahkan, yang dilakukan di UDD PMI Kotim itu kemungkinan akan mengalami perubahan tarif. Meski begitu, dia memastikan tetap tidak akan memberatkan masyarakat.
”Yang pasti perubahan tarif ini tetap tidak akan memberatkan masyarakat yang akan melakukan tes, karena tidak akan lebih dari Rp 150 ribu,” katanya, seraya menambahkan, kemungkinan perubahan tarif itu disebabkan beberapa komponen yang mengalami kenaikan harga.
Kepala UDD PMI Kotim Yuendri Irawanto mengatakan, antusiasme warga disebabkan di tahap awal pihaknya hanya menyediakan untuk 600 pemeriksaan. ”Mungkin masyarakat mendengar hanya 600 pemeriksaan, jadi mereka berbondong-bondong ke PMI, takut kehabisan," ucapnya seraya menyebut pada tahap selanjutnya pihaknya akan kembali memesan reagen untuk seribu pemeriksaan.
Yuendri menjelaskan, metode pemeriksaan ECLIA merupakan metode deteksi antibodi SARS-CoV-2 kualitatif. Hasil pemeriksaan sampel diberikan dalam bentuk reaktif atau nonreaktif, serta dalam bentuk angka cutoff index (COI).
”Berbeda dengan rapid test yang hanya menampilkan hasil pemeriksaan dalam bentuk reaktif atau nonreaktif saja," ujarnya.
Menurutnya, pemeriksaan dengan metode ECLIA lebih akurat untuk melihat antibodi seseorang dibandingkan rapid test. Dalam prosesnya, melalui metode itu, pemeriksaan 74 - 100 sampel bisa selesai dalam waktu satu jam.
”Kalau untuk antibodi metode ECLIA ini lebih akurat daripada rapid test, tapi ketika hasil pemeriksaan, ternyata pasien tersebut reaktif dan tetap harus menjalankan test swab PCR," tandasnya.
Yuendri berharap pemeriksaan dengan metode ECLIA itu juga dapat dilakukan penyedia layanan lainnya untuk memberikan keringanan kepada masyarakat.
PCR Perlu Pendukung
Bupati Kotim Supian Hadi menargetkan alat Polymerase Chain Reaction (PCR) yang telah diterima RSUD dr Murjani Sampit melalui bantuan dari pemerintah pusat bisa segera digunakan dalam sepuluh hari ke depan. Dengan adanya alat tersebut, pemeriksaan spesimen di Kotim dapat ditangani lebih cepat.
”Bantuan PCR ini kami harapkan memudahkan dalam penanganan cepat setelah pasien dinyatakan reaktif dalam pemeriksaan rapid test dan dapat segera dilakukan pemeriksaan lanjutan melalui pemeriksaan swab menggunakan alat PCR,” ujarnya.
Sementara itu, Plt Direktur RSUD dr Murjani Sampit Febby Yudha Herlambang mengatakan, menyambut antusias bantuan tersebut. Alat itu akan semakin memudahkan proses pemeriksaan penanganan pasien Covid-19.
”Kami sangat senang usulan yang selama ini sangat kami perlukan dapat dipenuhi dan kami upayakan alat PCR ini segera digunakan,” ujarnya.
Dia menambahkan, alat tersebut tidak bisa langsung digunakan, karena memerlukan alat pendukung lainnya yang memerlukan biaya besar. ”Untuk fungsionalnya diperlukan alat pendukung lainnya yang anggarannya sekitar Rp 2 miliar,” pungkasnya. (yn/hgn/ign)