SAMPIT – Penyelesaian kasus surat perintah perjalanan dinas (SPPD) fiktif di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kotim saat ini menggantung. Penyelidikan kasus itu berlarut-larut dan belum ada tersangka hingga kini. Polres Kotim didesak segera menetapkan tersangka apabila sudah mengantongi dua alat bukti.
”Kalau memang sudah ada faktanya, masa polisi tidak bergerak. Apalagi kalau nyata-nyata merugikan negara," kata pengamat hukum dan politik di Kotim Sugi Santosa, Selasa (7/6).
Sugi menegaskan, apabila negara sudah dirugikan dalam kasus itu, Polres Kotim seharusnya meningkatkan proses hukumnya. Apalagi sejauh ini pengungkapan kasus tersebut ditunggu publik. Di sisi lain, pengungkapan kasus juga sebagai bukti bahwa polisi juga aktif memberantas korupsi.
Sugi menuturkan, pembuktian kasus itu tidak sulit, apalagi adanya dugaan SPPD fiktif tersebut semakin menguat setelah sejumlah kades maupun lurah sudah memberikan penjelasan beberapa waktu lalu. Dari beberapa bukti yang ditunjukkan kepada mereka, ada yang tidak sesuai fakta dan diduga fiktif.
Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kotim Sanggul L Gaol mengaku menghormati dan mendukung proses hukum yang kini berjalan di tingkat penyelidikan Polres Kotim terkait kasus tersebut.
Meski demikian, pihaknya sejauh tetap memegang asas praduga tidak bersalah. ”Kita serahkan saja semuanya kepada aparat. Memang ada beberapa sudah staf saya yang dipanggil. Ya, kita persilakan dan saya sudah sampaikan kepada mereka, ikutilah proses yang sedang berjalan," kata Sanggul.
Sejauh ini, lanjut Sanggul, kasus tersebut masih sebatas dugaan. Untuk menentukan apakah memang ada dugaan korupsi, merupakan kewenangan penyidik. Sebagai pimpinan di SKPD tersebut, ia tidak akan menghambat proses itu.
”Kita dukung proses hukum. Lihat saja di polisi, bisa apa tidak membuktikannya. Sepanjang tidak bisa dibuktikan, tentu polisi juga nanti yang akan menyudahi," tutur Sanggul.
Sanggul menambahkan, hal semacam itu memang biasa dan permasalahan pada SPPD memang banyak jadi perdebatan. Misalnya, saat petugas datang ke suatu desa, sering ditemukan kades jarang di tempat.
”Saat bertemu di pasar, misalnya, bisa minta tanda tangannya di situ. Nah, semacam ini memang pernah ada kejadian," ujarnya.
Sejauh ini, menurut Sanggul, ia belum dipanggil penyidik, hanya stafnya. "Saya tidak pernah dimintai keterangan. Mungkin mereka (polisi) melihat kasus ini terjadi memang bukan saat saya, namun pejabat sebelumnya," tandasnya. (co/ign)