SAMPIT – Lemahnya peraturan daerah (Perda) yang mengatur tentang minuman keras (miras) dianggap sebagai pemicu maraknya peredaran miras di wilayah Kotawaringin Timur (Kotim). Sebab, sanksinya cuma tindak pidana ringan (tipiring) bahkan Perda tersebut diusulkan segera direvisi
”Untuk miras, dalam Perda hanya tipiring. Dalam Perda itu maksimal 6 bulan penjara dan denda maksimal Rp50 juta. Sejauh ini masih belum ada yang dipenjara hanya dikenakan denda,” ungkap Kepala Satpol PP Kotim Rihel, Jumat (5/8).
Beberapa kali razia miras yang dilakukan, kata Rihel, sanksi yang diberikan hanya mengacu dalam Perda tersebut, selain itu juga mereka tidak bisa bertindak di luar Perda.
”Seperti kemarin dikenakan denda cuma Rp1,5 juta saja. Dalam Perda tidak ada denda minimal hanya maksimal. Jika direvisi harus diperjelas lagi, agar nanti mudah dalam penegakannya. Kita bekerja sesuai dengan Perda, berbeda dengan kepolisian mereka ada undang-undang yang sudah diatur,” ujarnya.
Pemberian sanksi di dalam Perda itu juga masih bertentangan dengan undang-undang. Petugas sering kebingungan dalam menegakan Perda yang menjadi acuan dalam melaksanakan tugasnya.
”Dalam KUH Pidana itu hukumannya maksimal 3 tahun penjara, sementara di dalam Perda ada yang enam bulan, jadi bertentangan. Ini harus direvisi sehingga nanti mudah dalam menjalankan Perda itu,” bebernya.
---------- SPLIT TEXT ----------
Ditanya apakah Satpol PP siap menjalankan Perda itu jika nantinya perda direvisi dan sanksi akan jauh lebih berat untuk pelaku pengedar miras. Rihel menegaskan, pihaknya siap.
”Jika nanti memang harus ada yang dikenakan hukuman penjara, dan itu sesuai Perda kami siap. Satpol PP sudah ada dua penyidik tambah satu lagi lengkap sudah untuk memenuhi unsur, maka kita langsung jadi eksekutor. Tinggal revisi Perda saja lagi untuk menguatkan hukumannya, yang jelas penguatan kewenangan dalam penindakan dan teguran, maka bisa langsung kita ambil alih dan tidak harus melibatkan instansi lain langsung penyidik kami yang bekerja,” pungkasnya. (mir/fin)