SAMPIT – Mumuy, orangutan berusia sekitar 15 bulan sudah dianggap keluarga bagi Seliyana. Warga Jalan Kapten Mulyono itu mengaku telah memelihara orangutan tersebut sekitar setahun lebih. Minggu (21/8), dia dan keluarganya mengambil keputusan untuk menyerahkannya kepada Pos BKSDA Sampit. Satwa itu pun ikut sedih. Dia menangis.
”Sebenarnya kami sekeluarga masih sayang sekali sama anak orangutan ini, karena sudah kami anggap seperti keluarga sendiri. Tapi saya bingung juga, kalau terlalu lama dipelihara dan berada di kandang, naluri hewannya akan hilang. Dia jadi tidak tahu bagaimana hidup di alam liar, memanjat pohon, dan lain-lain,” tutur Seliyana, ditemui di kediamannya.
Seliyana mengatakan, orangutan berjenis kelamin betina tersebut pertama kali ditemukan adik iparnya, Vicky, di Desa Seragam Jaya, Kecamatan Seranau, Sampit. Waktu itu, Mumuy dipelihara warga, tapi kondisinya tidak terawat. Satwa tersebut dikurung di luar rumah siang dan malam, baik saat hujan maupun panas.
Badannya sangat kurus karena jarang diberi makan. Vicky pun iba dan meminta izin warga membawa pulang anak orangutan tersebut. Satwa itu kemudian diserahkan kepada Seliyana untuk dirawat. Pertama kali dirawat, Mumuy dibawa ke dokter hewan karena sempat dehidrasi, sekaligus disuntik rabies.
”Di rumah ini, Mumuy kami perlakukan seperti anak sendiri. Mandi dua kali sehari, dipakaikan popok dan celana dalam. Kandangnya selalu dibersihkan dan sering diajak main di dalam rumah. Makanannya juga seperti manusia. Dia sukanya makan pisang goreng sama cokelat, minumnya susu. Kadang juga dikasih buah-buahan, tapi dia sukanya yang berair, seperti semangka dan jeruk,” ujarnya.
Proses serah terima diiringi isak tangis keluarga Seliyana yang belum sepenuhnya rela menyerahkan orangutan itu ke BKSDA. Mumuy juga terlihat sedih. Dia seolah menyadari akan berpisah. Matanya terlihat sembab. Anak perempuan Seliyana pun berkali-kali meminta ibunya membatalkan serah terima itu.
Dia takut, ketika dilepasliarkan, Mumuy tidak akan bisa hidup dengan baik. Namun, keputusan Seliyana sudah bulat. Hal itu demi kebaikan orangutan. Dia tetap melaksanakan serah-terima dengan BKSDA.
---------- SPLIT TEXT ----------
Komandan Pos BKSDA Sampit Muriansyah mengucapkan terima kasih kepada Seliyana beserta keluarga yang mau secara sukarela menyerahkan satwa liar ke pihaknya. Hal itu telah membantu tugas mereka melakukan konservasi satwa liar yang dilindungi.
Dia memaklumi respons keluarga Seliyana yang belum rela menyerahkan anak orangutan tersebut. Dia memahami, kalau sudah lama memelihara binatang tersebut, akan sulit menyerahkan ke pihak berwenang karena sudah dianggap sebagai bagian dari keluarga.
”Tapi kalau dipelihara sampai dewasa nanti malah bingung lagi bagaimana melepaskannya, karena untuk beradaptasi dengan alam liar sudah sulit. Selain itu, meski telah diberikan suntikan anti rabies, masih banyak penyakit lain yang berpotensi ditularkan, seperti hepatitis, asma, tipes, malaria, TBC, dan Herpes,” ujarnya.
Muriansyah menduga anak orangutan itu korban dari kebakaran hutan dan lahan pada 2015 lalu di Kecamatan Seranau. Kemungkinan besar induknya telah mati dan anaknya terpisah dari kelompok, sementara hutan tempat tinggalnya habis terbakar.
Anak orangutan itu akan dibawa ke Seksi Konservasi Wilayah (SKW) II BKSDA di PangkalanBun, untuk diperiksa kesehatan dan rehabilitasi sebelum dilepaskan di Suaka Marga Satwa Lamandau.
Kian Menipis
Muriansyah mengatakan, habibat orangutan di Kotim semakin menipis dan mengkhawatirkan. Hal itu disebabkan maraknya alih fungsi hutan jadi perkebunan, pertambangan, dan permukiman.
”Faktanya bisa dilihat dari banyaknya laporan satwa liar yang masuk ke perkebunan atau ladang masyarakat,” kata Muriyansyah.
Berdasarkan laporan, gangguan satwa liar tidak hanya orangutan, tapi beruang madu turut keluar dari habitat asli dan menggangu permukiman. Laporan itu datang dari Kecamatan Ketapang, Seranau, Kotabesi atau jalan lingkar utara, Parenggean, dan Mentaya Hilir Utara dan Selatan.
Wilayah di sekitar Sampit, lanjutnya, khusus orangutan dan beruang madu kini bertahan di semak belukar, sekitar perkebunan. Sebab, kebakaran hutan dan lahan setiap tahun terjadi. Pihaknya berupaya melakukan pengawasan karena populasi satwa langkah hampir punah.
”Peredaran satwa langka diawasi. Pengecekan di jalur masuk Kotim. Pembinaan terhadap pelaku usaha pengumpul satwa liar yang tidak dilindungi seperti kura-kura, burung, dan sebagainya,” ujar Muriyansyah. (vit/ara/ign)