PALANGKA RAYA – Sekitar 400 guru SMA di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) terancam tak gajian pada 2017 mendatang. Pasalnya, proses peralihan peralihan kewenangan pengelolaan SMA dari kabupaten ke provinsi tak jelas. Tak ada anggaran dialokasikan untuk menggaji para ”Oemar Bakri” tersebut.
Ketua DPRD Kotim Jhon Krisli mengatakan, pihaknya sudah mendapatkan informasi dari Dinas Pendidikan Kalteng bahwa dalam KUA-PPAS maupun APBD Provinsi tidak ada anggaran untuk pembayaran gaji guru SMA. Hal sama juga terjadi di Kotim.
”Artinya, provinsi dan kabupaten sama-sama tidak menganggarkan gaji guru SMA ini. Nah, ini yang kami takutkan, siapa yang nantinya membayar gaji guru SMA kalau sama-sama tidak menganggarkan,” ujarnya, Jumat (2/8).
Menurutnya, penganggaran gaji guru SMA di Kotim hanya sampai Desember tahun ini. Dalam pembahasan RPJMD dan pembahasan KUA-PPAS Kotim 2017 yang telah selesai, tidak dianggarkan dana untuk gaji tersebut.
Pihaknya masih mengacu pada UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terkait pengelolaan SMA yang dialihkan ke provinsi. Berdasarkan aturan itu, apabila peralihan selesai pada Januari 2017, anggaran ditanggung provinsi.
Jhon mengungkapkan, pihaknya bingung ketika menerima surat dari Gubernur Kalteng Sugianto Sabran. Dalam surat itu, Gubernur meminta penggajian guru SMA menggunakan APBD Kotim. Surat itu dinilai kontradiktif dengan UU 23 Tahun 2014.
”Kita mengacu UU 23/2014, sehingga pada 2017 gaji guru SMA tidak dianggarkan. Lalu, tiba-tiba ada surat yang meminta kami menganggarkan. Sudah pasti ini kontradiktif dengan UU,” katanya.
Terkait gugatan terhadap UU 23 Tahun 2014 di Mahkamah Konstitusi, Jhon menuturkan, DPRD dan Pemkab sudah membahas antispasi kemungkinan gugatan dikabulkan. Apabila dikabulkan, otomatis peralihan dibatalkan dan anggaran gaji guru ditanggung APBD Kotim.
”Kalau pun nanti ada surat resmi dari Mahkamah Konstitusi, ya kami tinggal revisi saja dan anggaran sudah pasti ada. Kita sudah antisipasi, Belanja Tidak Langsung sudah disisihkan. Tapi tunggu surat resmi. Kalau sekarang kita mengacu UU 23/2014,” katanya.
Dia mengharapkan ada kejelasan terkait masalah itu. Pemprov diminta melakukan rapat koordinasi dengan kabupaten/kota agar masalah tersebut dibahas bersama. ”Jangan sampai nanti tidak ada kejelasan. Harusnya dilakukan pertemuan dengan pemerintah kabupaten/kota dan provinsi,” pungkasnya. (sho/ign)