SAMPIT – Sengkarut penerbitan sertifikat hak milik (SHM) akhirnya menyeret Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kotim ke pusaran hukum. Dugaan gratifikasi yang diterima sejumlah oknum pegawai instansi itu terkait pengurusan sertifikat dilaporkan kepada Polres Kotim.
Aktivis Kotim yang tergabung dalam LSM Balanga, Gahara, yang melaporkan hal itu. Berkas sudah diserahkan kepada Kapolres Kotim AKBP Hendra Wirawan di ruang kerjanya, Kamis (22/9) kemarin.
Dalam laporan itu, Gahara menjelaskan dugaan gratifikasi itu berlangsung pada 2015 lalu, oleh terlapor Akhmad Fauzi. Nama terakhir adalah pemilik SHM bernomor 07537 pada sebidang tanah di Jalan Sudirman Km 2,5 Sampit, seluas 3.000 meter persegi. Sertifikat itu BPN pada 22 September 2014. Dalam perjalanannya, di atas tanah itu juga terdapat SHM bernomor 5134 atas nama Khong Ali Sugianto yang berubah kepemilikan atas nama Chairul Kasim, yang diterbitkan BPN pada 10 September 2001.
Laporan Gahara juga melampirkan sejumlah barang bukti, seperti bukti transfer dari Akhmad Fauzi kepada oknum BPN sebesar Rp 50 juta. ”Kenapa ada dana sebesar itu mengalir ke rekening oknum BPN? Sedangkan jelas-jelas objek tanah itu sudah ada pemiliknya dengan SHM yang diterbitkan oleh BPN atas nama Khong Ali. Namun malah muncul SHM lain atas nama Akhmad Fauzi. Dengan adanya bukti transfer tersebut, itu bentuk gratifikasi untuk memuluskan penerbitan SHM atas nama Fauzi,” ungkap Gahara.
Diapun memastikan akan ada bukti-bukti lain dengan modus yang sama untuk diserahkan ke penyidik Polres Kotim. ”Kami berharap kepada Pak Kapolres Kotim untuk bisa segera menindaklanjuti laporan ini. Ini jelas-jelas ada indikasi korupsi dengan bentuk gratifikasi,” tegas Gahara.
Gahara menilai, perbuatan terlapor jelas-jelas telah melanggar pasal 112 UU RI No 31 Tahun 1999 Jo No 20 Tahun 2001.
Untuk diketahui, terbongkarnya dua kepemilikan atas objek tanah itu bermula saat Yoyong membelinya dari Akhmad Fauzi. Tanah seluas 3.000 meter persegi dengan SHM nomor 07537 yang dikeluarkan BPN tanggal 22 September 2014 itu disepakati dengan harga Rp 1 juta per meter persegi. Yoyong sudah membayar Rp 1,5 miliar dengan bukti kuitansi, sisanya akan dibayar saat balik nama selesai.
Namun, Yoyong terkejut ketika mereka membuat akta jual beli di notaris. Ternyata tanah itu sudah lebih dulu muncul dengan SHM nomor 5134 atas nama Chairul Kasim yang dibeli dari Khong Ali Sugianto, yang sertifikatnya diterbitkan BPN pada 10 September 2001. (ang/dwi)