SAMPIT – Ratusan warga Desa Tanjung Jorong, Kecamatan Tualan Hulu melakukan panen massal di areal Koperasi Petak Sambuyan. Hal itu dilakukan karena ratusan orang anggota koperasi itu tidak puas pada pembagian sisa hasil usaha (SHU) yang jauh dari hasil yang semestinya diterima anggota.
Anggota Koperasi Petak Sembuyan Aldi mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir, pembagian SHU yang diterima anggota sangat kecil. ”Terakhir SHU koperasi yang kita terima sebesar Rp 105.000 setiap anggota, per enam bulan sekali,” ujar Aldi, Sabtu (8/10).
Aldi menuturkan, Koperasi Petak Sembuyan dibentuk pada 2008 lalu. Tujuannya untuk mengelola kebun plasma seluas 3.300 hektare antara masyarakat dengan PT Hutan Sawit Lestari (HSL) yang menjadi mitra. Jumlah anggotanya sekitar 469 orang.
Dia menyesalkan karena selama ini anggota tak mengetahui kondisi keuangan koperasi. ”Selama ini kita sebagai anggota tidak pernah menerima laporan pendapatan koperasi,” ujarnya.
Andi mendesak pengurus koperasi meninjau kembali hasil SHU yang dibagikan ke anggota. ”Luasan lahan plasma dengan hasil yang kita terima sangat tidak seimbang. Kami menduga hal ini terjadi karena ada permainan,” ujarnya.
Jika tidak ada penjelasan terkait masalah itu, kata Andi, ratusan anggota koperasi akan memanen buah kelapa sawit di areal lahan plasma. ”Selama tidak ada penjelasan maka kami akan terus memanen sendiri. Hasil dari penjualan buah sawit itu akan kita bagi sama dengan anggota yang saat ini ada,” ujarnya.
Belum ada penjelasan resmi terkait masalah itu dari pengurus Koperasi Petak Sembuyan. Pantauan Radar Sampit, ratusan warga bergerak memanen sawit di lahan plasma tersebut. Mereka membawa berbagai peralatan memanen.
Bantah Terima Ganti Rugi
Sementara itu, polemik antara PT TASK III dan warga Desa Rubung Buyung masih terjadi. Baru-baru ini, pengurus Koperasi Hatantiring, binaan perusahaan itu dituding telah menerima uang ganti rugi lahan. Hal itu langsung dibantah Sekretaris Desa setempat, M Yusuf.
Dia membenarkan pihaknya ada menerima uang senilai Rp 1,8 miliar. Namun, uang itu bukan sebagai uang ganti rugi lahan koperasi seluas 612 hektare. Tetapi uang itu hanya dikatakan sebagai uang titipan atau kompensasi saja kepada warga. Dalam penerimaannya pun tidak ada dokumen yang menyatakan itu ganti rugi lahan.
”Bahkan, saat itu yang menerima uang disaksikan Pemkab Kotim dan tidak ada dikatakan uang ganti rugi lahan. Katanya uang kompensasi saja. Kalau dikatakan uang ganti rugi, kami tidak mau dan bisa saja uang itu kami kembalikan lagi,” tegas Yusuf yang juga pengurus Koperasi Hatantiring ini.
Dia juga menegaskan, lahan koperasi itu tidak bermasalah. Sebab, lokasinya masuk di wilayah Desa Rubung Buyung. Namun, banyak koperasi lain yang mengaku lahan itu milik mereka.
”Lahan itu di Desa Rubung. Masa orang luar yang memilikinya? Dari mana mereka punya lahan itu. Kan tidak mungkin,” ujarnya.
Terkait adanya agenda RDP di DPRD Kotim, pihaknya siap memberi penjelasan. Bahkan, meminta agar kepolisian diundang guna mengetahui masalah itu hingga berujung pada pemanenan di lahan koperasi.
”Kami siap hadir dan menjelaskan kronologisnya dari awal sampai ada yang menjadi korban akibat keberadaan perusahaan tersebut,” ujarnya. (ang/ign)