SAMPIT – Kasus dugaan korupsi yang menjerat Direktur CV Aryagapana, Ardianur, membuat Wakil Bupati Kotim HM Taufiq Mukri turun tangan. Secara mengejutkan dia bersedia menjamin penangguhanan penahanan tersangka kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kotim itu.
Selain Taufiq, istri dan saudara kandung tersangka juga mengajukan diri menjamin Ardianur. Hal tersebut diungkapkan Fachri Mashuri, kuasa hukum tersangka. ”Kami sudah mengajukan penangguhan penahanan Senin lalu. Kami berharap klien kami diberikan penangguhan penahanan,” ujarnya, Selasa (11/10).
Penjaminan oleh Taufiq memiliki alasan cukup kuat. Di satu sisi, Ardianur merupakan kader PPP Kotim. Taufiq menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PPP Kotim.
Ardianur ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pengadaan alat pengukur tekanan udara pada BLH Kotim. Dia ditahan pada Jumat (7/10) lalu. Proyek pengadaan peralatan di BLH Kotim tersebut dibiayai APBD 2011 dengan pagu anggaran sebesar Rp 800 juta. Kerugian negara dari proyek itu sekitar Rp 400 juta.
Fachri yakin kliennya tidak bersalah. Sebab, Ardianur mengikuti semua prosedur dan tahapan dalam proses lelang tanpa melanggar aturan. Bahkan, saat itu ada 7 peserta lelang dan CV Aryagapana berani memberikan tawaran terendah, yakni sekitar 7 persen dari pagu anggaran yang disediakan. Karena itulah Ardianur menang lelang yang digelar Unit Layanan Pengadan (ULP) Pokja V itu.
Fachri menambahkan, Ardianur mencari barang yang dipesan, namun ada satu barang yang tidak tersedia. Dia kemudian mengajukan permohonan adendum, lalu dikonsultasikan dengan Inspektorat bersama BLH Kotim.
”Kata inspektorat, diganti spesifikasi tidak masalah asal harga tidak tinggi. Justru itu lebih baik spesifikasinya. Dengan perjanjian itu klien kami bekerja. Kok, kenapa dipermasalahkan? Makanya kami berkeyakinan klien kami tidak bersalah,” tegasnya.
Terkait keuntungan penyedia barang yang disoal, Fachri menjelaskan, hal itu tidak bisa dikatakan melanggar, namun merupakan hukum pasar, selama yang disediakan tidak melanggar ketentuan.
”Kalau keuntungan itu sampai dibatasi, apakah kerugian penyedia barang juga ditanggung pemerintah? Hukum ekonomi saja itu. Kalau dianggap keuntungan, tidak wajar dalam hal apa? Makanya, nanti kita buktikan di persidangan,” jelasnya.
Sementara itu, saat dihubungi terkait penangguhan penahanan, Taufiq Mukri enggan merespons. Telepon dan SMS yang dikirim Radar Sampit sampai tadi malam, tak ditanggapi. (ang/dc/ign)