SAMPIT – Kesediaan Wakil Bupati Kotim Taufiq Mukri menjadi penjamin penangguhan penahanan tersangka kasus dugaan korupsi, Ardianur, dinilai bisa memperburuk citranya sebagai pejabat pemerintah. Taufiq diminta mencontoh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat menjadi Presiden RI yang tak ikut campur ketika besannya, Aulia Pohan, tersangkut kasus korupsi.
”Kini, gambaran di masyarakat, seolah-olah pak Taufik tidak pro pemberantasan korupsi,” kata pengamat politik dan kebijakan publik di Kotim Riduan Kesuma, Rabu (12/10).
Seperti diketahui, Taufiq Mukri menjadi salah satu penjamin penangguhan penahanan terhadap Direktur CV Aryagapana, Ardianur, tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat pengukur tekanan udara di BLH Kotim. Selain Taufiq, istri dan saudara kandung tersangka juga mengajukan diri menjamin Ardianur.
Menurut Riduan, Taufiq semestinya menolak menjadi penjamin. Sebab, status sebagai Wakil Bupati Kotim akan melekat dan jadi patokan masyarakat. Hal itu bisa berimplikasi negatif kepada pejabat tersebut di kemudian hari, baik itu secara sosial dan politik.
Riduan mencontohkan kasus korupsi yang pernah menyeret Aulia Pohan, besan SBY. Saat Aulia jadi tersangka, SBY yang ketika itu menjabat presiden, tak melakukan langkah apa pun, termasuk ketika Aulia ditahan. SBY menyerahkan sepenuhnya kasus itu pada KPK.
Kasus Ardianur dinilai serupa dengan hal tersebut. Harusnya Taufiq tak menjadi penjamin. Kesediaan Taufiq dikhawatirkan bakal berlanjut di kemudian hari. Apabila ada seseorang jadi tersangka, Taufiq bisa menjadi tameng agar tak ditahan.
”Kita khawatirnya, ketika ada penetapan tersangka lainnya, nanti justru minta kepada wabup atau bupati lagi jadi penjaminnya. Ini ancaman bagi pemberantasan korupsi,” ujarnya.
Pandangan berbeda disampaikan tokoh masyarakat di Kotim, Ahmad Yani. Dia menilai langkah Taufiq tak salah. Apalagi jika sikap tersebut tak mengatasnamakan pejabat, namun ketua partai, meskipun jabatan sebagai Wabup Kotim melekat pada Taufiq.
”Saya melihat konteks penangguhan penahanan yang diajukan dan dijamin pak Taufiq Mukri ini tidak ada yang salah. Semuanya sesuai saja dan itu adalah hak tersangka untuk mengajukan. Lagipula, dalam pengajuan penangguhan penahanan tidak menyebutkan jabatannya sebagai Wakil Bupati Kotim,” ujar Ahmad Yani.
Ahmad Yani menuturkan, penangguhan penahanan akan tergantung penilaian Kejaksaan Negeri Sampit. Dia yakin Kejari akan objektif. Jabatan dan pangkat seorang penjamin, tidak bisa mengintervensi keputusan Kejaksaan untuk memberikan penangguhan penahanan.
”Penjaminan tersangka itu kan tidak memengaruhi proses hukum. Jadi, kami tetap berpikir positif dengan sikap pak Taufiq Mukri,” tegasnya.
Dalam persoalan itu, ujar Yani, sebagai ketua partai, yakni PPP Kotim, Taufiq dinilai wajar memberikan pembelaan kepada kadernya, sekalipun sudah berstatus tersangka. ”Perlu dibedakan. Beliau dalam kapasitas persoalan ini, statusnya sebagai ketua partai tersangka (Ardianur). Jadi, kita harapkan semua pihak bisa mengedapankan azas praduga tak bersalah kepada tersangka,” ujar Ahmad Yani.
Meski demikian, kader PDI Perjuangan ini mengatakan, publik bebas menafsirkan langkah Taufiq. ”Semua itu kan tergantung masyarakat yang menilai, yang tahu kenapa berani jadi penjamin tersangka ya pak Taufiq. Publik bisa menilai itu hak mereka,” ujarnya.
Sementara itu, Taufiq Mukri belum memberikan pernyataan resmi terkait masalah itu. (ang/ign)