PANGKALAN BUN – Besaran Upah Minimum Kabupaten (UMK) dan Upah Minimun Sektoral Kabupaten (UMSK) Kotawaringin Barat (Kobar) tahun 2017 sudah disepakati dalam rapat yang digelar di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Kobar, Kamis (3/11). Rapat yang melibatkan serikat pekerja dan asosiasi pengusaha ini menetapkan bahwa untuk UMK Kobar 2017 sebesar
Rp. 2.391.470 atau mengalami kenaikan dari UMK 2016 yang hanya Rp.2.204.120. Persentase kenaikannya mencapai 8,5 persen. Termasuk untuk UMSK juga naik 8,5 persen (lihat tabel).
Kepala Bidang Pengawasan dan Hubungan Industrial, Disnakertrans Kobar, Morlen Manik mengatakan angka tersebut ditetapkan setelah digelar perundingan selama dua hari yakni tanggal 2-3 November 2016.
”Notulennya kita segera selesaikan, kemudian berkasnya akan kita usulkan ke Gubernur Kalteng setelah mendapat persetujuan Plt Bupati Kobar. Perkiraan, Senin sudah bisa kita kirim ke provinsi,”jelas Morlen kemarin (3/11).
Dengan adanya kesepakatan itu, semua perusahaan yang mempekerjakan karyawan wajib mematuhi besaran UMK yang telah ditetapkan.
Sementara itu, Ketua DPC Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kobar Husni Taufik mengatatakan, angka tersebut dianggap sudah lumayan meskipun belum sesuai KHL (Kebutuhan Hidup Layak). Karena berdasarkan survei ke lapangan tahun ini, KHL Kobar mencapai Rp 2,4 juta lebih.
”Masih lumayan dibandingkan daerah lain, mudahan setiap tahun bisa naik,”jelas Husni.
Pada kesempatan ini dia meminta, setiap perusahaan agar menerapkan struktur skala upah. Para karyawan yang memiliki jabatan, kemudian masa kerja agar diperhitungkan dan tidak hanya berpatokan karena sudah UMK lalu sudah gugur kewajiban.
Pada kesempatan ini dia juga menegaskan bagi perusahaan yang masih mengabaikan UMK dan UMSK merupakan perbuatan pidana. Ia menyerukan bagi karyawan yang diperlakukan dengan tidak sesuai standar UMK diminta agar melapor.
”Pengamatan kita masih banyak yang masih digaji di bawah stadar UMK, terutama yang di kota-kota. Persoalannya, tidak ada yang melapor. Mereka takut kehilangan pekerjaan ketika melapor, sehingga memilih menerima apa adanya,”ujar Husni.
Husni berharap mereka yang sudah keluar dari tempat bekerja bisa melapor demi memperjuangkan karyawan yang masih bekerja dengan gaji di bawah UMK. (sam/yit)