KOTAWARINGIN LAMA – Harip alias Henco, warga Desa Dawak, Kecamatan Kotawaringin Lama (Kolam), bertekad akan memperjuangkan lahan pekarangan (LP) dan lahan usaha (LU) milik bapaknya, Dedet, dan milik pamannya, Dandil, yang berada di Desa Potensial (Despot) atau Dusun Makarti Jaya, Desa Riam Durian, Kecamatan Kotawaringin Kolam.
Diceritakannya, bapak dan pamannya adalah dua orang dari 41 kepala keluarga (KK) transmigrasi lokal yang tergabung dalam transmigrasi khusus tahun 1991 yang ditempatkan di wilayah Desa Riam Durian.
”Dengan tercatatnya bapak dan paman sebagai peserta trans dari penduduk lokal, kami pun mendapatkan hak sama dengan ratusan KK trans lainnya, mulai dari jatah hidup hingga lahan,” cerita Henco, Sabtu (19/11) kemarin.
Namun, LP dan LU milik paman dan bapaknya sudah beralih tangan kepada orang lain, sementara lahan itu tidak pernah diperjualbelikan. Dan diakuinya juga LP berukuran 25 meter x 100 meter dan LU 1 seluas satu hektare per KK itu sudah bersertifikat hak milik, tetapi mereka tidak pernah mengetahui kalau sertiikatnya sudah keluar.
”Bukan kami mencari perkara tetapi kami hanya menuntut keadilan. Kenapa baru sekarang kami lakukan, karena baru tahu sertifikat tanah itu sudah keluar atas nama bapak dan paman saya dari daftar calon peserta kebun plasma sawit Despot,” tutur tambah pria kelahiran 1970 ini.
Lebih jauh diungkapkan Henco, lahan tersebut ditinggalkan karena saat itu penghasilan bercocok tanam tidak mencukupi kebutuhan hidup, sehingga mereka kembali ke desanya yang hanya berjarak dua kilometer dan bekerja seperti sebelumnya mencari hasil hutan.
Dari data peta lahan transmigrasi Despot dan data lain yang dimilikinya, bapaknya memiliki LU1 dengan sertifikat nomor 300 dan LU2 sertifikat nomor 2390, tetapi surat berharga itu tidak pernah sampai ke tangan keluarganya dan kini telah dikuasai orang lain.
”Lahan pekarangan bapak dan paman sudah dijadikan kebun sawit pribadi dan LU1 serta LU2 sudah masuk kebun plasma dan uang sisa hasil kebun yang dikelola koperasi diterima oleh orang yang memegang sertifikat milik bapak dan paman saya,” ungkapnya.
Selanjutnya Henco menyebut kasus serupa bukan hanya menimpa keluargannya, tetapi juga dialami sejumlah orang lainnya seperti Darurat, Ida, Sumadi dan Ikal.
Henco berharap dengan semangat hari bhakti transmigrasi ke 66 tahun 2016 ini pada Desember mendatang, lahan milik warga transmigrasi yang dikuasi oleh orang lain segera dikembalikan kepemiliknya yang sah.
”Kalau tidak, kami sebagai ahli waris akan menuntut semua pihak yang terlibat atas pemindah tanganan lahan ini. Dan untuk sementara meminta orang yang menggarap lahan itu tidak melakukan aktivitas sampai kasus ini selesai,” tegasnya. (gst/yit)