SAMPIT – Kabar Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kotim yang berutang kepada masyarakat sampai ke telinga DPRD Kotim. Wakil rakyat ini mendesak agar persoalan tersebut segera diselesaikan untuk menepis kabar tak sedap tersebut. Di sisi lain, instansi tersebut dinilai perlu evaluasi karena kinerjanya menurun.
”Saya sebagai Ketua Komisi II yang juga mitra DLH, berharap agar persoalan ini segera diselesaikan. Jangan memalukan, karena ini menyangkut wibawa pemerintah. Masa pemerintah tidak mau bayar utang. Kalau memang ada utang, jangan dianggap sepele. Selesaikan baik-baik kalau memang tidak melanggar aturan dalam membayarnya,” kata Ketua Komisi II Rudianur, kemarin.
Rudianur meminta DLH segera mengonsultasikan dengan Inspektorat Kotim jika ada keraguan membayar. Kepala dinas selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) jangan hanya duduk diam. Persoalan tersebut jangan sampai berujung kepada hukum.
”KPA harus terlibat dan bertanggung jawab menyelesaikannya. Jangan menyepelekan!” tegas Rudianur.
Menurutnya, sudah kewajiban DLH membayar apabila memang program atau kegiatan itu sudah dilaksanakan, selagi pejabat yang ditunjuk untuk menanganinya menyatakan layak dibayar. ”Apalagi ini utang duluan, jadi mesti diselesaikan baik-baik,” tegasnya.
Selain itu, dia juga mendesak Inspektorat Kotim turun tangan mengaudit biaya bahan bakar minyak (BBM) operasional kebersihan truk DLH. ”Sebelum aparat hukum masuk, kami minta Inspektorat lebih dulu menelusuri persoalan di DLH,” kata Rudianur.
Sebelumnya, Kepala DLH Kotim, Suparman enggan benyak berkomentar. Dia mengaku tidak tahu ada persoalan utang dengan pihak ketiga untuk membayar operasional BBM untuk menalangi operasional truk sampah sebelum dicairkannya dana di BPKAD Kotim.
Menurun
Anggota DPRD Kotim lainnya Dadang H Syamsu mengatakan, kinerja DLH setelah dibentuk menjadi dinas cenderung menurun. Apalagi penanganan soal sampah. Justru lebih baik pengelolaan sebelumnya ketimbang di DLH Kotim.
”Kami nilai DLH Kotim perlu dievaluasi. Kinerja mereka memang di triwulan pertama ini tidak sesuai harapan,” ujar Dadang.
Penanganan sampah sebelumnya di bawah Dinas Pertamanan dan Kebersihan Tata Kota. Setelah Perda tentang Organisasi Perangkat Daerah (OPD) disahkan, kewenangan beralih ke DLH. Saat itu, harapannya penanganan sampah lebih makisimal dan fokus. ”Tapi, faktanya terlihat bahwa penanganan dan pengelolaannya justru menurun,” kata dia.
Dadang mengaku langsung mengujungi tempat pembuangan sampah di kilometer 14 Sampit-Pangkalan Bun. Dia menyaksikan pembuangan sampah ditumpuk di jalan utama TPA. Dia menegaskan, persoalan pengelolaan sampah mulai dari pengangkutan hingga penumpukan di TPA jangan dianggap enteng. Sampah di Baamang sudah satu bulan ini tidak diangkut. Ternyata, sudah mulai terlihat persoalannya, di antaranya petugas di TPA yang mengaku kesulitan mendapatkan BBM.
”Salah satunya karena suplai BBM kepada alat berat di sana dan juga truk angkutan sampah,” katanya.
Sementara itu, petugas sampah di lokasi tersebut mengatakan, belakangan ini sampah di TPA memang sempat dibuang di jalan. Hal itu disebabkan suplai BBM yang tersendat. Alat berat juga kerap rusak, sehingga menghambat penanganan sampah. (ang/ign)