SAMPIT – Satu per satu tersangka dugaan korupsi proyek drainase Bandara H Asan Sampit buka suara. Setelah Purwadi, kini giliran Sumarno yang berkicau. Kejaksaan Negeri Kotim pun terus mengembangkan penyidikan dan memeriksa saksi-saksi. Sehingga sangat potensial ada tersangka baru.
Dari keterangan tiga tersangka; Purwadi, Sumarno, dan Wahyuno, semua merujuk pada satu hal, yakni ada aktor lain yang belum tersentuh. Mereka menyebut oknum itu berinisial SO (di berita sebelumnya ditulis SY). Di tangan pria inilah segala hal berkaitan dengan pengerjaan proyek itu diputuskan.
”Ada pihak lain yang mengendalikan proyek bandara. Sumarno (tersangka pelaksana proyek) dalam kasus ini hanya mengikuti perintah, ada aktor lain yang belum terungkap," kata kuasa hukum Sumarno, Burhansyah, kepada Radar Sampit kemarin.
Dalam kasus yang merugikan negara sekitar Rp 1,3 miliar dari proyek APBN Rp 4,4 miliar itu, Sumarno memang sebagai pelaksana. Namun semuanya, kata Burhansyah, di bawah kendali SO. Akibatnya, para tersangka merasa menjadi korban. Semestinya, kata dia, SO adalah orang yang paling bertanggung jawab dan mesti diseret penyidik.
”Semua dia (SO) yang mengendalikan. Apa yang diperintahkannya, itu yang dilakukan oleh Sumarno. Jadi ini tidak hanya tiga orang (tersangka) itu saja yang terlibat," kata Burhansyah.
Dia mendorong Kejari Kotim mengembangkan kasus ini. Apalagi, kata Burhansyah, ada aktor besar yang mendesain pelaksanaan proyek itu. Menurutnya, ketiga tersangka yang ditetapkan itu bukan pelaku utama, mengingat yang seharusnya bertanggung jawab adalah orang yang mengendalikan proyek tersebut.
Sebelumnya, kuasa hukum Purwadi (tersangka konsultan proyek), Darmansyah, menyebutkan hal yang sama. SO disebut merupakan direktur CV Rancang Megah. Darmansyah juga meminta SO diseret dalam kasus tersebut. Sebab, SO adalah direktur konsultan proyek tersebut, sementara Purwadi hanya orang suruhan, dan tidak masuk dalam tataran perusahaan konsultan itu.
Terpisah, Kejaksaan Negeri Kotim mengaku tetap mengembangkan kasus ini. Bagi penyidik, kasus itu tidak berhenti pada tiga tersangka. Apalagi masih ada fakta yang mengarah kepada calon tersangka lainnya.
”Tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru dalam kasus ini, karena saat ini kami masih melakukan pengembangan penyidikan,” kata Kepala Kejari Kotim Wahyudi melalui Kasi Intel Deddy Rasyid.
Potensi terseretnya calon tersangka baru, menurut Deddy, bisa berasal dari pelaksana proyek itu atau dari pihak penyedia jasa yakni Bandara H Asan Sampit. ”Makanya saat ini kami masih menelusuri ke mana saja aliran dana tersebut,” ucap Deddy singkat.
Dalam kasus ini kejaksaan disebut sudah memeriksa banyak saksi. Penyidik juga sudah memanggil Kepala Bandara H Asan Sampit, Zuber. Dalam hal ini Zuber merupakan kuasa pengguna anggaran (KPA).
Untuk diketahui, proyek drainse ini sebenarnya masih dalam masa pemeliharaan dengan batas akhir Juli mendatang. Meski demikian, fakta terungkap jika kerugian itu mencapai Rp 1,3 miliar tidak bisa ditutupi dengan uang jaminan yang hanya lima persen dari nilai kontrak atau sekitar Rp 200 jutaan.
Drainase bandara yang menjadi masalah lantaran tak sesuai spesifikasi itu sepanjang 2.170 meter, terbentang di utara bandara. Proyek ini dilaksanakan pada 2016 lalu dengan pembiayaan dari APBN melalui pos anggaran Kementerian Perhubungan.
Kasus ini menyeret Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang juga pegawai Bandara H Asan Sampit, Wahyuno. Kemudian Sumarno selaku pelaksana proyek dari PT Harapan Jaya Indah, dan Purwadi selaku konsultan proyek dari CV Rancang Megah.
Di sisi lain, catatan Radar Sampit beberapa tahun belakangan ini, aparat penegak hukum baik jaksa dan kepolisian jarang menyidik hingga menyeret tersangka dalam kasus dugaan korupsi pada proyek fisik. Kebanyakan penegak hukum menangani tipikor di bidang pengadaan barang. Seperti pengadaan alat kesehatan (alkes) di RSUD Murjani, alat ukur tekanan udara DLH Kotim, penyelewengan dana Bahan Bakar Minyak (BBM) di Dishub Kotim, proyek multimedia di Disdik (dulu Disdikpora) Kotim, penggunaan dana hibah di DAD Kotim, serta penggunaan Dana Desa di Kotim. Belakangan ini jarang terdengar peyelidikan kasus fisik dan juga perjalanan dinas fiktif. (ang/dwi)