PANGKALAN BUN – Kadislog TNI AU Lanud Iskandar Mayor Kal Fatkur Arifin memenuhi panggilan kedua sidang Dewan Adat Dayak (DAD) Kobar di Rumah Adat Betang Pasir Panjang, Sabtu (17/6) sekitar pukul 09.00 WIB. Faktur disidang karena melakukan pemukulan terhadap Freddy Fiesta (53) dan Gian Carlo Fiesta (18) di Jalan Pasir Panjang, Desa Pasir Panjang, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar). Sidang adat dipimpin oleh Wakil Ketua DAD Kobar Sukarna.
DAD Kobar menjatuhkan sanksi kepada Fatkur Arifin berupa denda tiga buah tajau pantis atau Rp 15 juta karena dua kali melakukan pemukulan dan satu kali pengancaman. Selain itu juga, Fatkur juga dikenakan denda adat berupa 30 buah belanga (barang antik) yang nilai satuannya Rp 500 ribu sehingga total Rp 15 juta karena melanggar hukum Adat Dayak Internasional, tentang tata krama dalam kehidupan adat Dayak.
Fatkur Arifin telah mengakui pemukulan yang terhadap Freddy satu kali dan Gian satu kali. Hal itu dilakukannya karena sedang dalam emosi yang cukup tinggi dan akhirnya khilaf melakukan pemukulan tersebut.
"Awalnya kejadian, saya habis pulang buka puasa bersama karena ada tamu dari Makasar, sepulang buka puasa mengejar salat terawih, pada saat kejadian di Bundaran Pancasila dipotong jalan saya, saya reflek menghindar ke kiri, memang benar yang diberitakan bahwa saya menghalangi, karena saya ingin mobil Pak Freddy berhenti dan menanyakan maksudnya memotong jalan saya. Akhirnya terjadi cekcok dan terjadi khilaf saya melakukan penukulan sebanyak dua kali, terhadap Freddy satu kali dan putranya (Gian) satu kali," jelas Fatkur, Sabtu (17/6) dalam memberikan keterangan sidang adat.
Insiden pemukulan tersebut juga dibenarkan oleh Kadisops Pintoko Agung yang menjadi saksi pemukulan yang dilakukan oleh Fatkur. Namun diakuinya hanya melihat sekali kepada Freddy, karena saat kejadian ia membangunkan Freddy dan tidak melihat pemukulan yang dilakukan Fatkur kepada Gian.
"Saya satu mobil dengan Fatkur, saat kejadian saya melihat pemukulan satu kali terhadap Pak Freddy, saya tidak tahu ada pemukulan terhadap anaknya, karena pada saat itu saya membangunkan Freddy dan kami duduk di warung meminta maaf dan saling instropeksi diri," kata Pintoko.
Hasil pertimbangan dari tujuh jaksa sidang adat, Fatkur dikenakan pasal 31 tentang penganiayaan barang siapa yang berkelahi dijalan umum, rumah dan lain-lain dapat dituntut dengan sanksi adat. Kemudian pasal 32 hukum adat dayak barang siapa memukul dengan sengaja akan dihukum dengan setinggi-tingginya. Selain itu juga dikenakan pasal 96 hukum adat dayak internasional yaitu hidup berkesopanan, etika dan bermoral yang tinggi.
"Setelah saya menimbang, mengingat dan memutuskan, Fatkur melanggar 3 pasal dalam hukum adat Dayak. Ini jangan diartikan sebagai pemerasan. Ini untuk mempermudah, kalau meminta barang aslinya, bahkan kalau ada, harganya bisa di atas Rp 5 juta. Ini keringanan yang kami berikan," tukas Pimpinan sidang adat, Wakil Ketua DAD Kobar Sukarna.
Denda tersebut harus dibayar Fatkur paling lama hari Senin (19/6) dan tidak bisa ditawar, dikurangi atau ditambah. "Hukum adat tidak bisa ditawar, agar bisa menjadi pelajaran untuk yang lain, kalau tidak selesai akan diteruskan kepada DAD Provinsi," tukasnya.
Menanggapi keputusan sanksi sidang adat tersebut, Fatkur masih akan memikirkan terlebih dahulu. Karena denda yang dijatuhkan kepada dirinya tersebut sangatlah berat, ditambah ia akan dikenakan sanksi hukuman militer yang jauh lebih berat dengan tidak adanya jabatan selama beberapa waktu.
"Kami meminta keringanan dan kebijakan," ucap Fatkur.
Fatkur juga sempat meminta maaf kepada keluarga besar Freddy serta masyarakat Desa Pasir Panjang karena sudah khilaf melakukan keresahan. "Saya minta maaf sedalam-dalamnya kepada keluarga besar Freddy tokoh adat, pimpinan yang ada disini karena kekhilafan saya. Sebagain aparat yang mengayomi masyarakat, saya mohon ini jangan disangkut pautkan dengan satuan kami, ini murni kesalahan pribadi saya," tutur Fatkur. (jok/yit)