PANGKALAN BUN – Sidang kasus penipuan atas penjualan tanah di sekitar areal menuju Pelabuhan Tempenek atau Pelabuhan Roll On Roll Of (Roro) Kelurahan Kumai Hulu Kecamatan Kumai, dengan terdakwa JL dan SR di Pengadilan Negeri (PN) Pangkalan Bun, berlangsung sampai malam, Kamis (27/7). Hal itu membuat Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIB Pangkalan Bun Arief Gunawan berang.
Arief sampai turun mengecek jalannya sidang di PN Pangkalan Bun. Seharusnya, terdakwa yang merupakan tahanan titipan di Lapas, sudah dipulangkan sore. Namun, sampai sekitar pukul 22.00 mereka belum juga dikembalikan.
Arief menyesalkan sikap pihak terkait yang tidak berkoordinasi dengan memberitahu pihaknya jika sidang molor. ”Ini sampai agak larut malam, belum juga dikembalikan. Padahal, kita beri batas toleransi sampai pukul 19.00. Lewat dari itu seharusnya ada koordinasi pemberitahuan ke kita. Kita takut saja kalau terjadi apa-apa, nanti kami yang disalahkan," ujar Arief di sela memantau sidang malam itu.
Kasi Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) Lapas Klas IIB Joko mengatakan, kejadian seperti itu seharusnya tidak terjadi. Karena tak ada pemberitahuan, hal itu dinilai melanggar SOP.
”Jika seperti kejadian malam kemarin, itu tidak ada pemberitahuan, sehingga bisa dikatakan melanggar SOP," tegasnya saat dikonfirmasi via seluler, Jumat (28/7).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tengku Azhari saat dikonformasi mengatakan, sidang tersebut merupakan sidang kedua dengan agenda mendengarkan keterangan tiga saksi. Saat dikonfirmasi terkait penyebab molornya sidang, hal itu karena jadwal sidang padat.
Ketua PN Pangkalan Bun saat dikonfirmasi tidak bersedia memberikan keterangan. Pantauan Radar Sampit, sidang mulai digelar sejak sekitar pukul 19.00 WIB dan berakhir sekitar pukul 22.00 WIB. Kejadian ini membuat tahanan lainnya ikut menunggu terlalu lama dari siang hari.
Terkait kasus tersebur, dugaan penipuan berawal saat terdakwa JL mengaku memiliki tanah sekitar 8 hektare di lokasi sekitar kawasan Tempenek Pelabuhan Roro. Tanah tersebut diurus warga berinisial SR untuk dijual kepada PT CBI pada 2013.
PT CBI bersedia membeli asalkan dilakukan pengukuran terlebih dahulu. Pengukuran dihadiri sejumlah pihak. Saat diukur, tidak ada yang komplain. Akhirnya tanah tersebut dibei perusahaan sekitar Rp 486 juta kepada yang bersangkutan.
Dua tahun kemudian, saat PT CBI mau mengelola tanah yang dibelinya itu, warga berinisial SU datang dan melarang perusahaan mengelola tanah tersebut, karena sekitar 5 hektare merupakan miliknya. Pihak perusahaan merasa dirugikan, sehingga melaporkan kejadian tersebut untuk diproses hukum. (el/ign).
WARNING: Semua informasi yang ada di website sampit.prokal.co adalah hak cipta penuh Harian Radar Sampit. Dilarang keras menjiplak atau menyalin semua informasi di website ini ke dalam bentuk dokumen apapun (untuk kepentingan komersil) tanpa seizin Radar Sampit. Pihak yang melanggar bisa dijerat UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan perubahannya dalam UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Like & Follow akun resmi Radar Sampit fanspage facebook: Radar Sampit Twiiter: radarsampit Instagram: radarsampitkoran