KASONGAN – Guyuran Dana Desa dengan nilai melimpah bak pisau bermata dua. Satu sisi dianggap berkah, di sisi lain berpotensi menjadi bancakan. Apalagi tak diimbangi kemampuan aparatur desa mengelolanya. Terbukti di Katingan, oknum Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMDes) menjadikannya sebagai ladang bisnis.
Saat ini, Kejaksaan Negeri Katingan sedang mengusut dugaan penyimpangan Dana Desa (DD) tahun 2015 lalu. Tak tanggung-tanggung, kasus kali ini terindikasi membuat kerugian negara mencapai Rp 500 juta.
Adalah Y, seorang staf di DPMDes Katingan yang diduga menjadi calo pembuatan Surat Pertanggungjawaban (SPj) dana tersebut kepada sejumlah desa. Penyimpangan terendus saat aparat hukum menemukan ketidaksesuaian antara laporan dengan fakta di lapangan.
”Kami masih melakukan penyidikan dugaan korupsi ini. Kasus itu terkait pencairan DD tahun 2015. Sebagai syaratnya, pihak desa harus melampirkan proposal, rancangan anggaran biaya (RAB), gambar, dan membuat Surat pertanggungjawaban (SPj)," beber Kajari Katingan Philipus Khalolik melalui Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kaspul Zen Tommy Aprianto, Rabu (1/11).
Pada saat itu, kebanyakan aparatur desa belum memiliki kemampuan membuat prasyarat pencairan hingga pelaporan program DD tersebut. Melihat peluang itu, Y kemudian menawarkan jasanya. Yang bersangkutan merupakan orang yang berwenang sekaligus pejabat yang melakukan verifikasi. Atas jasanya, Y meminta imbalan sebesar Rp 10 juta hingga Rp 13 juta kepada setiap desa.
”Perbuatan oknum ini mengarah ke Pasal 12 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor. Jadi ada unsur pemaksaan untuk seseorang memberikan atau menyerahkan sesuatu kepadanya," jelas Tommy.
Menurutnya, kasus tersebut mulai terkuak saat Inspektorat Katingan melakukan pemeriksaan reguler ke setiap desa. Ketika kepala desa ditanya terkait SPj, dengan polosnya mereka mengatakan bahwa sudah diserahkan kepada Y. Merasa ada yang janggal dan mengarah ke unsur pidana, kasus itu lantas dilimpahkan ke pihak Kejaksaan Negeri Katingan.
”Kami langsung menindaklanjuti dan saat ini sudah sampai tahap penyidikan. Artinya sudah setengah jalan, tinggal penetapan tersangka," janjinya.
Pihaknya telah meminta keterangan langsung dari sejumlah kepala desa dan pihak-pihak terkait. Selain itu, Y juga disinyalir meminta pihak desa agar menyerahkan uang pajak pada dirinya.
”Ada juga (kades) yang belum diperiksa, termasuk keterangan ahli dari perpajakan. Dalam Peraturan Bupati (Perbup) disebutkan, yang berhak menyetorkan pajak adalah bendahara desa. Oknum ini beralasan membantu karena rata-rata pihak desa belum mengerti mengenai e-billing," bebernya.
Y diketahui sudah menerima uang pajak dari sejumlah desa sejak Juni hingga Juli 2015. Sementara pembayarannya baru dilakukan pada rentang Januari-Februari 2016 di Kantor Pos Palangka Raya.
”Artinya ada pengendapan uang pajak sekitar enam bulan. Makanya kita perlu meminta pendapat ahli perpajakan, apakah memang diperbolehkan seperti itu dan bagaimana terkait pengendapan tadi," ujarnya.
Saat diperiksa, Y mengatakan bahwa dirinya tidak bekerja sendiri. Namun melimpahkan kepada orang lain untuk membuat berbagai persyarakat pencairan DD dimaksud. Namun, saat penyidik kejaksaan melakukan pemeriksaan lebih jauh, Y tidak dapat menunjukkan orang bersangkutan.
”Setelah dicermati, kami menyimpulkan bahwa apa yang dilakukannya adalah ilegal. Sebab, rata-rata dalam penyusunana RAB dan gambar tanpa dilakukan survei langsung di lapangan," ujar Kasi Pidsus.
Kini pihaknya sedang melakukan penyidikan lebih jauh guna memperdalam keterlibatan pihak lain. Hasil penyelidikan dan penyidikan sudah ada titik terang mengarah ke tersangka. Apabila alat bukti dirasa cukup, pihaknya akan menetapkan status tersangka. Desa yang terlibat berjumlah 17 desa di Kecamatan Katingan Hulu.
”Kerugian negara sementara ini, baik pajak dan imbalan yang ada padanya mencapai Rp 500 juta. Dugaan perbuatan ini dilakukan dihampir seluruh kecamatan se-Kabupaten Katingan, masih kita perdalam lagi," pungkasnya. (agg/dwi)