SAMPIT – Kasus penipuan yang melibatkan oknum pegawai Bank Mandiri Sampit masih berbuntut panjang. Ramlin Mashur, Direktur PT Sinar Bintang Mentaya selaku korban dalam kasus itu, melaporkan mantan Kepala Cabang Mandiri Sampit EG ke polisi. EG dinilai membuatnya merugi hingga Rp10 miliar akibat kebijakannya.
”Pengaduan masyarakat (dumas) sudah saya masukkan. Orang yang saya adukan mantan Kacab Bank Mandiri Antasari,” kata Ramlin, Selasa (20/2).
Dalam uraian pengaduannya ke Polres Kotim itu, Ramlin mengurai perjalanan kasus tersebut, yakni bermula ketika perjanjian jual beli solar menggunakan fasilitas pembayaran surat kredit berdokumen dalam negeri (SKBDN) melalui Bank Mandiri Sampit dengan nilai transaksi sebesar Rp 10 miliar.
Pada 11 Juli 2014, rekening Ramlin terdebit sekitar Rp 9,99 miliar. Selanjutnya, 14 Juli 2014, terdebit Rp 1.050.000. Setelah dicari tahu, pendebitan itu salah satunya berdasarkan surat serah terima dokumen SKBDN yang diserahkan bank tanggal 10 Februari. 2014.
Ramlin mengaku heran karena belum pernah menerima dokumen SKBDN itu, serta tak menandatangani surat penyerahan dokumen. Akibat pemalsuan dokumen itulah, dia harus mengalami kerugian sekitar Rp 10 miliar.
Ramlin menegaskan, akan melaporkan semua pihak yang terlibat dan merugikannya. Dia juga meminta agar hukum bisa memperlakukan oknum petinggi bank tersebut secara adil.
Dalam sidang sebelumnya yang mendudukkan oknum pegawai Bank Mandiri Aldino Akbar Maulana sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Sampit, Ramlin mengungkap semua praktik busuk oknum petinggi perbankan itu di hadapan JPU Kejari Kotim dengan majelis hakim yang diketuai Ega Shaktiana.
Ramlin mengaku berani berencana membeli seribu kiloliter solar dengan nilai sekitar Rp 10 miliar pada Lukman Amirudin, Direktur PT Surya Sena Sejahtera, karena melalui surat kredit berdokumen dalam negeri (SKBDN) melalui bank.
Saat itu, pihak bank menyatakan, transaksi dengan orang tidak dikenal paling aman adalah melalui sistem SKBDN tersebut. Saran tersebut diberikan EG sebagai Kepala Cabang Mandiri Sampit saat itu.
Ramlin diberikan lembaran aplikasi seperti form perbankan untuk membuat SKBDN. Namun, siapa yang mengisi form itu, ia sendiri tidak tahu dan menyebut pihak yang mengisikan. Dia juga tak memahami isi form dan tujuannya.
Hingga akhirnya, kejadian yang bermula pada 29 Januari 2014 itu ternyata membuatnya merugi, setelah pihak bank mencairkan dana miliknya, sementara solar yang ingin ia beli tak kunjung datang.
Aldino yang didampingi dua pengacaranya membantah sejumlah keterangan Ramlin Mashur. ”Soal akseptasi (persetujuan pencairan) itu tidak benar. Kalau akseptasi itu yang minta Pak Ramlin sendiri," kata Aldino dalam sidang 30 Januari lalu tersebut.
Aldino dalam kasus itu adalah orang yang membuat draf SKBDN. Sementara itu, Ashadi orang yang mengubah draf SKBDN. Perkara itu juga menyeret mantan anggota DPR RI Nizar Dahlan, Hasbullah alias Tomy, Direktur PT Sagati Mitra Sulosindo (SMS) Agus Sutedja Affandi, dan Direktur PT Surya Sena Sejahtera (SSS) Lukman Amirudin. Mereka sudah terlebih dahulu divonis.
Kasus ini berawal pada Januari 2014, saat Ramlin bekerja sama dengan Lukman Amirudin untuk bisnis BBM. Lantaran tidak punya modal, Lukman lalu menggandeng perusahaan milik Agus Sutedja.
Agus Sutedja ternyata tidak punya modal. Dia lantas meminjam dana ke salah satu bank. Lalu disepakati pembayaran melalui sistem SKBDN. Bermodalkan dokumen itu, Agus Sutedja mendapatkan dana talangan. Setelah cair, terungkap bank dapat keuntungan Rp 200 juta dari bunga pinjaman itu. Untuk menjamin keamanan, pembayaran dilakukan setelah barang diterima.
Belakangan, Lukman Amirudin tidak dapat memenuhi permintaan, lantaran ia beralasan BBM yang dipesannya melalui Nizar Dahlan tidak sampai kepadanya dengan berbagai alasan melalui perantara Tomy yang mengaku anak seorang jenderal dan belakangan diketahui hanyalah seorang satpam.
Di luar dugaan korban, pihak bank malah melakukan pencairan dan secara sepihak mendeposito uang Ramlin Mashur dari rekening pribadi Lukman Amirudin untuk dicairkan senilai Rp 10 miliar tersebut. (ang/ign)