SAMPIT – Kasus pembunuhan Nur Fitri pada 2017 lalu belum ada kejelasan. Sejumlah kalangan menilai, langkah aparat menangani kasus kitu tergolong lamban. Alih-alih menangkap pelaku, langkah polisi justru seolah terhenti.
Pengamat hukum di Sampit Syamsul Haidar mengatakan, proses penetapan tersangka oleh Polda Kalteng terlalu lamban. Sebab, dia yakin polisi sudah mengantongi banyak bukti untuk dapat menetapkan status tersangka pada orang yang dicurigai sebagai pelaku tunggal dalam kasus tersebut.
”Ini sudah lebih dari tujuh bulan sejak mayat pertama kali ditemukan. Padahal, jenis kasusnya kriminal biasa. Saksi-saksi juga sudah diperiksa semua. Tinggal menunggu apa lagi untuk menetapkan tersangka?” ujar Haidar, Rabu (9/5).
Haidar menuturkan, berbeda dengan kasus kopi sianida dengan tersangka Jessica Kumala Wongso pada 2016 silam. Kasus kopi racun yang menewaskan Mirna Wayan Salihin tersebut, dinilai sebagai tindakan luar biasa yang dilakukan untuk menghabisi nyawa orang lain secara terencana dan rapi.
Menurutnya, kasus Fitri tak serumit kasus Jessica. Oleh karena itu, tak ada salahnya masyarakat menganggap kasus pembunuhan Fitri jalan di tempat.
Radar Sampit saat itu juga telah menelusuri jejak pembunuh Nur Fitri dengan mendatangi saksi-saksi. Pembantu korban, Tina, juga mengaku pada wartawan dirinya diberi tahu suami Fitri, AT, bahwa istrinya melompat keluar dari dalam mobil hingga tewas. Hal ini senada dengan yang disampaikan AT pada penyidik.
Pengakuan AT pada Tina tak sesuai dengan pengakuannya kepada keluarga korban. Paman Fitri, Sahuri, mengungkapkan, AT mengaku Fitri tak meninggal karena meloncat dari mobil. Fitri turun dengan sendirinya dan menghilang begitu saja. Sahuri mengaku sempat tak percaya dengan keterangan AT.
Radar Sampit saat itu langsung mendatangi lokasi jenazah Fitri pertama kali ditemukan di Jalan Pramuka, sekitar dua kilometer dari permukiman penduduk ke arah barat dari Jalan Tjilik Riwut.
Mayat pertama kali ditemukan dengan posisi menghadap ke atas. Dua tangannya bersedekap. Kaki kanannya menekuk. Kepalanya berlumuran darah. Hasil visum dokter menyatakan, Fitri tewas karena hantaman benda tumpul.
Pengamatan koran ini, tak ada tanda-tanda bekas goresan akibat benturan atau gesekan aspal maupun tanah di celana korban. Saat pertama kali ditemukan tewas, sepatu Fitri juga telah tertata di sebalah kiri korban. Beberapa sentimeter di dekat tangan kiri korban.
Di bekas TKP juga tak ada tanda-tanda ditemukan goresan atau bekas gesekan dengan sesuatu. Hanya rumput dan alang-alang yang berantakan akibat tertimpa tubuh korban. Fakta itu diyakini masyarakat bahwa Fitri tewas dibunuh dan mayatnya dibuang di pinggir jalan. Kemudian, pelaku mencari akal untuk menciptakan alibi.
Berdasarkan informasi pihak kepolisian, yang terakhir kali bersama Fitri adalah suaminya, AT. Fakta ini juga tersebar di tengah masyarakat Sampit, yang kemudian menimbulkan asumsi, penetapan tersangka sebenarnya sudah bisa dilakukan.
Kasat Reserse Kriminal Polres Kotim AKP Wiwin Junianto Supriyadi mengatakan, kasus kematian Nur Fitri tak bisa diselesaikan setengah-setengah. Diperlukan banyak konsentrasi untuk memutuskan sebuah perkara sebelum dilanjutkan ke meja persidangan.
Pihaknya meminta masyarakat Kotim mendoakan agar kematian Fitri segera terungkap. Pasalnya, saat ini tugas Satuan Reskrim Polres Kotim tak hanya menuntaskan satu atau dua kasus.
”Intinya, saya minta doanya saja. Sebab, bagi saya, kasus apa pun saya anggap sebagai utang. Maka, jika tidak segera saya tuntaskan, banyak yang nagih. Karena itu, izinkan aparat kepolisian, khususnya saya mengupayakan agar kasus tersebut segera tuntas,” tandasnya.. (ron/ign)