TAK ada yang menyangka Devita Setyorini mendapatkan medali emas pada Porprov XI Kalteng Tahun 2018. Dianggap sebelah mata oleh lawan-lawannya, pemanah pemula asal Kabupaten Kotawaringin Timur ini sukses membalikkan prediksi dengan merebut tiga medali emas di tiga nomor berbeda.
TONO TRIYANTO, Muara Teweh
MATA Devita tampak berkaca-kaca saat mendapat pengalungan medali emas dari pelatihnya sendiri. Rekan-rekan Devita langsung mengabadikan momen bersejarah itu lewat kamera ponselnya. “Digigit medalinya Dev,” teriak rekan Devita memberi arahan. Tanpa menunggu lama gadis berhijab ini menuruti permintaan rekannya.
Siswi SMAN 1 Sampit ini pantas berbangga. Sebagai pemanah pemula dan tak diunggulkan justru membuat kejutan dengan merebut tiga medali emas di tiga nomor berbeda, yakni nomor standar bow beregu babak aduan 40 meter, standar bow perorangan 40 meter dan standar bow perorangan 50 meter.
“Senang sekali dan saya sangat bersyukur. Ini momen yang membanggakan bagi diri saya,” kata Devita ditemui disela-sela pembagian medali, Kamis siang (25/10).
Gadis murah senyum ini juga tak menyangka bisa mengalahkan pemain lainnya yang sudah memiliki jam terbang tinggi. Bukan satu emas yang didapatkan tapi tiga medali emas sekaligus. “Medali ini khusus saya persembahkan kepada ibu. Karena selama ini ibu selalu mendukung apa yang saya lakukan, termasuk menekuni menjadi atlet panahan,” ucapnya.
Tampil perdana dan langsung di tingkat pekan olahraga provinsi, Devita merasa tak memilik beban ataupun grogi. Bahkan soal kemampuan musuh-musuhnya yang sama sekali tidak ketahuai tidak terlalu dipikirkannya. Dengan prinsip easy going dan bermain enjoy, Devita tak gentar melawan siapapun.
“Resepnya terus berdoa dan memohon kepada Allah. Kalau sudah rezeki ulun pasti bisa menang tapi kalau tidak menang disyukuri saja,” katanya.
Siswi kelas XI ini mempunyai mimpi besar dalam karirnya sebagai atlet panahan. Impiannya bisa tampil membela bangsa Indonesia ke ajang internasional. “Pengen banget bisa tampil di Olimpiade. Doakan saya semoga mimpi itu bisa tercapai,” pintanya.
Selama pertandingan faktor cuaca banyak mengganggu konsentrasi hingga ketahanan fisik atlet. Devita menjadi salah satu korbannya. Saat turun di nomor standar bow perorangan 40 dan 50 meter, fisiknya masih kuat. Dan medali emas berhasil direbut. Namun saat di nomor 30 meter, Devita mengaku fisiknya sudah tidak kuat lagi.“Makanya saya kalah. Fisik saya sudah tidak mendukung lagi,” sebutnya.
Selama persiapan latihan menuju Porprov dirinya selalu fokus mengikuti arahan pelatih. Jika hasil latihannya bagus Devita merasa sangat senang, namun saat jelek dirinya sempat down bahkan menangis di lapangan. “Lucu juga kalau dipikir-pikir, saya menangis di lapangan. Untungnya pelatih dan teman-teman lain terus memberikan semangat,” ceritanya.
Perkenalannya terhadap olahraga Panahan dibantu guru di sekolahnya, Pak Amin. Lewat Pak Amin, Devita belajar cara memanah yang benar termasuk tekniknya. Saat pertama kali belajar tidak menggunakan alat panah seperti saat ini, tapi panahan tradisional berbahan bambu.
“Sempat bingung juga sih, kok panahannya gini tidak seperti yang saya lihat di televisi,” katanya tertawa.
Dari perkenalan itu dirinyai terus berlatih dibawah arahan Pak Amin. Orangtuanya juga mendukung penuh untuk menekuni olahraga panahan. Untuk penggunaan alat panahan profesional juga masih sangat baru. Sekitar tiga bulan sebelum berangkat Porprov Devita baru belajar mengunakan alat panah seperti yang dipakainya saat ini. “Awal-awal pegang susah banget. Setelah diajarin cara menggunakannya akhirnya terbiasa,” ucapnya. (***)