SAMPIT – Kebakaran lahan di Kabupaten Kotawaringin Timur tak hanya terjadi di lahan kosong. Api dilaporkan sudah merambah areal perkebunan besar kelapa sawit. Aparat kepolisian mengusut kejadian itu.
”Ada kebakaran lahan di areal sawit di Desa Natai Baru Kecamatan Mentaya Hilir Utara. Sudah kami pasang garis polisi. Kasus ini sedang kami selidiki," kata Kapolres Kotim AKBP Mohammad Rommel.
Rommel menegaskan, penindakan hukum terkait kebakaran lahan dilakukan sama terhadap kebakaran yang terjadi di lahan perorangan maupun perusahaan. Penyelidikan dilakukan untuk mengetahui apakah ada unsur tindak pidana dalam kejadian tersebut.
Dia menambahkan, penyidik akan meminta keterangan sejumlah pihak, termasuk pihak perusahaan. Jika ada unsur kesengajaan, dipastikan akan diproses hukum.
Menurut Rommel, kasus kebakaran lahan bisa dijerat dengan sejumlah aturan. Selain dijerat dengan KUHP, juga bisa dikenakan Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan, Pengelolaan, dan Lingkungan Hidup, UU RI Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan serta Peraturan Daerah Provinsi Kalteng Nomor 5 tahun 2003 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun.
Selama penyidikan berlangsung, lahan tersebut tidak boleh dimasuki siapa pun. Spanduk pemberitahuan bahwa kebakaran lahan tersebut sedang dalam penyelidikan juga sudah dipasang di lokasi.
Bagi yang nekat memasuki areal yang dipasangi garis polisi bisa dijerat dengan Pasal 221 Ayat (2) KUHP dengan ancaman pidana penjara sembilan bulan. Sementara itu, bagi siapa saja yang merusak garis polisi tersebut bisa dijerat Pasal 406 KUHP dengan ancaman penjara paling lama 2 tahun 8 bulan.
Terpisah, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kotim Muhammad Yusuf mengatakan, upaya pemadaman yang dilakukan satgas darat belum efektif. Sebab, hanya mampu melakukan pemadaman hingga 40 persen. Berdasarkan data terakhir, luas lahan yang terbakar sudah mencapai 100 hektare.
Yusuf menambahkan, helikopter pengebom air milik BNPB akan terus melakukan tugas pemadaman selama masih diperlukan, baik di Kotim maupun Seruyan. Helikopter tersebut dioperasikan untuk melakukan pemadaman.
”Mereka melaksanakan operasi selama karhutla di Kotim, jadi tidak terbatas selama ada posko. Sampai 30 Oktober mereka akan siaga di sini, tapi tergantung situasinya. Kalau sudah agak memadai atau kabut asap tidak terlalu, mereka bisa kembali lagi ke Palangka Raya,” jelasnya.
Selama ini, lanjutnya, upaya pemadaman hanya mengandalkan operasi darat yang dilakukan tim gabungan dari BPBD, TNI, Polri, dan Manggala Agni. Tim itu tergabung dalam satgas penanggulangan karhutla.
Pemadaman melalui darat, tambahnya, kerap menemui kendala. Terutama untuk pasokan sumber air yang minim dan lokasi lahan gambut yang terbakar rata-rata berada jauh dari akses jalan utama. Karena itu, kehadiran helikopter pengebom air bisa menjadi solusi.
”Titik prioritas dilakukannya pemadaman antara lain Bagendang, Samuda, Mentaya Hilir Selatan, Mentaya Hilir Utara, Teluk Sampit, dan di dalam kota seperti Desa Eka Bahurui,” ujar Yusuf. (ant/yn/ign)