NANGA BULIK- Minyak tanah mulai jadi barang langka saat ini. Kalaupun ada, di eceran minyak tanah dihargai paling murah Rp 10 ribu/liter. Akibatnya banyak warga yang mengeluhkan kelangkaan minyak tanah ini, sebab belum semua warga menggunakan kompor gas. Pembagian paket kompor gas gratis dari pemerintah tahun lalu juga terbatas, itupun banyak warga yang menjualnya kembali karena masih belum siap menggunakan kompor gas.
"Saya sehari-hari jualan pentol keliling. Jadi bingung kalau sulit cari minyak tanah seperti ini, bagaimana menghidupkan kompor untuk jualan. Di rumah sekarang sudah pakai kayu bakar," keluh salah satu warga Nanga Bulik.
Sementara itu berdasarkan penelusuran koran ini di salah satu pangkalan di Jl JC Rangkap Nanga Bulik, ternyata sudah dua minggu terakhir minyak tanah tidak datang lagi.
"Per 1 februari, suplai minyak tanah di setop sepihak oleh pihak pertamina, tanpa ada penjelasan konkret kepada pangkalan .Karena pemerintah juga tidak ada sosialisasi kepada masyarakat, sekarang pangkalanlah yang jadi sasaran warga. Kasihan juga, setiap hari mereka datang menanyakan minyak tanah," ungkap Yanti, salah satu pemilik pangkalan minyak tanah.
Menurutnya, jika minyak tanah bersubsidi di cabut setelah adanya program konversi gas , pemerintah harusnya tetap menyediakan minyak tanah non subsidi. Pasalnya, masih banyak warga yang sangat membutuhkan minyak tanah, tidak hanya untuk masak tapi juga untuk penerangan terutama bagi masyarakat pedalaman yang belum terjamah listrik.
"Kalau di stop suplaynya secara mendadak seperti ini , pastinya akan menimbulkan gejolak di masyarakat," cetusnya. (mex)