SAMPIT – Aktivitas pembukaan lahan marak terjadi di Kabupaten Kotawaringin Timur. Alat berat merangsek masuk dalam hutan belantara di pelosok Kotim untuk melakukan pembersihan hutan lebat. Pembukaan lahan itu disinyalir akan dijadikan areal perkebunan pribadi. Namun, Perkebunan itu disebut-sebut dimotori korporasi.
Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) Rimbun mendukung agar tim audit perkebunan di Kotim diaktifkan lagi. DPRD mendukung penuh kebijakan anggaran untuk itu. Pasalnya, disinyalir di lapangan muncul kebun pribadi untuk mengakali aturan. Kondisi itu tidak bisa dibiarkan. Terlebih banyak kebun pribadi di Kotim dimiliki orang dari luar daerah.
”Kami akan mendorong Pemkab Kotim segera mengaktifkan lagi tim audit perkebunan. Ini untuk menginventarisasi perkebunan di Kotim. Apalagi munculnya kebun pribadi di Kotim ini anehnya pemiliknya bukan orang lokal. Mereka dari luar semua. Jadi, mereka hanya titip nama saja. Ini namanya akal-akalan,” kata Rimbun, Minggu (12/7).
Menurutnya, modus munculnya kebun pribadi dengan luasan 25 hektare perorangan itu kerap ada dalam satu kawasan. Bahkan, jika digabung bisa mencapai ribuan hektare. ”Bisa juga ini mereka hanya pinjam nama, lalu minta izin ke pemerintah daerah karena kebun pribadi, jadi tidak terlalu rumit urusannya. Nah, modus ini kami harap bisa ditelisik lebih jauh. Jangan-jangan pemodal besar bermain di belakang layarnya,” kata Rimbun.
Diduga kuat menjamurnya kebun pribadi itu berawal dari moratorium perizinan untuk perkebunan skala besar. Pemerintah tidak menerbitkan izin baru. Lalu disiasati dengan sistem kebun pribadi. Di satu sisi, di Kotim perkebunan pribadi diperbolehkan maksimal 25 hektare per orang.
Hal itu mengacu Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Salah satu yang diatur adalah luas usaha perkebunan sawit dibatasi maksimal 100 ribu hektare untuk perusahaan atau grup perkebunan.
Begitu juga setiap usaha perkebunan dengan luas minimal 25 hektare, wajib memiliki izin usaha perkebunan. Aturan itu jadi pintu masuk bagi pemodal besar bermain dengan hanya menggunakan nama per orangan.
”Artinya kucing-kucingan dengan aturan. Gak benar kalau ternyata modusnya hanya pinjam nama orang untuk bangun kebun dan membabat habis hutan. Kemudian konflik dengan warga,” kata Politikus PDI Perjuangan Kotim ini.
Rimbun menolak hal itu terjadi di Kotim. Pemkab Kotim diminta tak berdiam diri. Apalagi hutan di Kotim kian menipis, sehingga perlu ketegasan mempertahankan sisa hutan yang sudah kritis.
Sebelumnya, kebun kelapa sawit di Kotim ternyata bukan hanya terluas di Provinsi Kalimantan Tengah, tetapi juga terluas di Indonesia untuk kategori kabupaten dan kota. Berdasarkan rilis dari program Yayasan Kehati, areal sawit di Kotim seluas 551.000 hektare.
Tahun 2018, Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati) melakukan ekspose di Kotim. Mereka melakukan pemetaan satelit resolusi sangat tinggi di seluruh Indonesia. Hasilnya, terdapat 16,8 juta hektare tutupan atau kebun kelapa sawit di Indonesia.
Kotim memiliki luas administrasi 16.796 km dengan peruntukan lahan perkebunan seluas 581.183,5 hektare. Saat ini sebagian besar lahan yang diperuntukkan kegiatan perkebunan sudah dimanfaatkan untuk perkebunan rakyat dan investor perkebunan, khususnya kelapa sawit.
Catatan Radar Sampit tahun 2017 lalu, tim audit perkebunan di Kotim menekukan setidaknya 537 hektare lahan perkebunan ilegal. Usut punya usut, perkebunan itu dikelola CV Agro Yaqub di Kecamatan Telawang. Namun, hingga kini kasus lahan ilegal temuan tim audit itu belum tuntas. Parahnya lagi, lahan itu masuk dalam kawasan hutan produksi (HP).
Pada saat bersamaan, tim audit menggandeng Kejari Kotim menggarap dugaan kebun ilegal di Kecamatan Seranau. Temuan tim saat itu ada sekitar 200 hektare. Selanjutnya tahun 2018 ditemukan lagi penggarapan lahan untuk areal perkebunan sawit di Kecamatan Mentaya Hilir Selatan ratusan hektare milik pribadi di dalam kawasan hutan.
Pada Maret 2020, DPRD Kotim menemukan aktivitas pembukaan lahan besar-besaran di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang. Diduga penggarapan lahan itu nyaris berdampingan dengan hutan kota milik Pemkab Kotim di Jalan Jenderal Sudirman.
Kondisi pembukaan lahan terus membuat kawasan hutan menyusut. Berdasarkan peta 2529, kawasan hutan di Kotim tercatat sebesar 70 persen. Namun, karena untuk pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit, sisanya tinggal 30 persen dari 1.554.456 hektare total luas Kotim. Artinya, mengacu aturan, sisa luasan hutan di Kotim berada pada batas minimum.
Luasan hutan di wilayah Kabupaten Kotim terancam berkurang jika tidak dilakukan pemeliharaan dan pengawasan ketat. Idealnya, kawasan hutan yang tersisa minimal 40 persen, sedangkan 60 persennya digunakan untuk kawasan investasi kehutanan dan perkebunan, termasuk permukiman.
Tahun 2016 lalu, saat kewenangan kehutanan masih dipegang kabupaten, Pemkab Kotim mempertahankan lahan kritis. Kemudian diusulkan untuk pencadangan ke pemerintah pusat seluas 68 ribu hektare. Namun, yang disetujui hanya 30 ribu. (ang/ign)