SAMPIT – Anggota Kelompok Tani Simpei Pambelum yang lahannya digarap oknum perkebunan di Desa Bukit Raya, Kecamatan Cempaga Hulu, kebingungan melaporkan tindak pidana pengrusakan yang terjadi. Awalnya mereka melapor ke Polda Kalteng, namun laporan diarahkan ke Polres Kotim.
”Kami telah lapor ke Polda, tapi oleh Polda kami disuruh lapor ke Polres setempat karena sesuai dengan lokasi katanya. Kami sudah mendatangi Polres, tapi belum ada pelimpahan dari Polda, jadi kami menunggu dulu sementara waktu ini,” ujar Luji Dewar, pengurus Kelompok Tani Simpei Pambelum, Senin (20/7).
Sebagai masyarakat yang awam terhadap hukum, mereka menganggap laporan telah masuk ke aparat penegak hukum. Pihaknya ingin agar oknum yang merusak lahan serta tanam tumbuh warga dijerat secara pidana, sebagaimana perusahaan yang selalu menjerat warga dengan tindak pidana ketika berhadapan dengan perkebunan.
”Kami memilih menempuh jalur hukum, karena kita negara hukum. Kami tidak mau anarkis di lapangan, karena kalau kami anarkis, pasti kami yang kena pidana. Makanya jalur hukum kami tempuh untuk mendapatkan kepastian tindakan penyerobotan dan penggarapan lahan,” kata Luji.
Supendi, Ketua Kelompok Tani Simpei Pambelum berharap laporan pihaknya ditindaklanjuti. Dia menuturkan, pihaknya berhadapan dengan pengusaha yang berlindung di balik perkebunan pribadi. ”Jelas itu bukan kebun pribadi, tapi milik pengusaha kebun. Kami punya datanya, di balik penyerobot lahan kami adalah perkebunan besar. Modusnya saja perkebunan pribadi,” tegasnya.
Supendi bersama seluruh anggota kelompok tani berkomitmen akan mempertahankan lahan tersebut. Apalagi mereka sudah menguasai sejak lama yang diperkuat dengan surat keterangan tanah. ”Kami juga tidak pernah menjual lahan itu kepada siapa pun. Kalau ada yang menjual, siapa orangnya? Kami sudah memiliki tanam tumbuh sejak awal di lahan itu,” tegas Supendi.
Sebelumnya, lahan kelompok tani seluas 847 hektare digarap dengan sejumlah alat berat. Tanaman berupa kelapa sawit yang ditanam warga hilang di atas lahan itu. Penggarapan lahan ditengarai dibekingi perkebunan besar. Apalagi di lokasi penggarapan dijaga ketat pengamanan dari pihak perusahaan.
Sejumlah petugas serta humas ditempatkan menjaga lahan. Pemkab Kotim sebelumnya menyatakan tidak ada mengeluarkan izin apa pun di areal lahan yang disengketakan itu, termasuk izin usaha perkebunan maupun perkebunan pribadi, sehingga penggarapan lahan secara besar-besaran diduga kuat ilegal. Hingga kini aktivitas penggarapan lahan yang sebagian masih hutan itu tengah berlangsung. (ang/ign)