SAMPIT – Suhu politik Pilkada Kalteng terus meningkat. Selain sengitnya perang di media sosial antarpendukung calon, persaingan di lapangan juga mulai terasa. Baliho salah satu pasangan calon, yakni Ben Brahim-Ujang Iskandar diduga sengaja dirusak oknum tertentu. Belum diketahui motif perusakan tersebut, namun diduga kuat terkait persaingan pilkada.
Baliho Ben-Ujang yang sengaja dirusak itu berada di perempatan Jalan MT Haryono-Kapten Mulyono, Sampit. Pantauan Radar Sampit, Minggu (4/10), ada lima baliho yang terpasang di pinggir jalan dengan beragam ukuran. Tiga baliho merupakan iklan dan sisanya terkait pilkada. Dari lima baliho itu, hanya baliho Ben-Ujang berukuran sekitar 2x2,5 meter yang robek seperempat lebih.
Menurut keterangan warga setempat, baliho tersebut baru dipasang sekitar sepekan ini. ”Saya tidak ingat pastinya. Mungkin sekitar satu minggu lebih. Saya ingatnya yang pasang baliho itu saat mendekati waktu magrib," kata Raden, pedagang bakso yang berjualan di seberang baliho itu terpasang.
Beberapa hari setelah terpasang, lanjutnya, baliho tersebut sobek. Dia mengaku tak mengetahui pelaku yang diduga sengaja merobek baliho tersebut. ”Saya kurang begitu memperhatikan. Tahu-tahu siang itu sudah sobek begitu," ujarnya.
Dia menduga kuat sobeknya baliho itu unsur kesengajaan yang dilakukan oknum. ”Dugaan saya itu memang sengaja disobek. Masa baru dipasang, tak ada angin badai bisa sobeknya begitu? Baliho yang dipasang di jejerannya lebih lama dari itu masih aman. Tak ada yang rusak, cuma pudar warna saja. Pasti ini ada yang sengaja merobek," pungkasnya.
Dihubungi terpisah, Ketua Tim Pemenangan Ben-Ujang Kotim Parimus menilai, rusaknya alat peraga kampanye, baik disengaja ataupun tidak merupakan hal biasa. ”Kalau memang ada pihak yang merusak, kami harapkan jangan lah demikian. Apa sih salahnya baliho? Kalau penempatan salah, ya lapor ke Bawaslu. Tapi, yang jelas kami tidak mempersoalkan pengrusakan yang terjadi,” katanya.
Parimus menuturkan, dalam dunia politik, sikap demikian tidak perlu dipersoalkan. Bahkan dia mendorong agar relawan dan tim pemenangan lebih maksimal bekerja dan menyosialisasikan paslon yang mereka dukung.
”Artinya, kalau masih ada yang tidak suka, ya bagaimana mereka bisa suka dan dukung paslon kami. Ini jadi bahan koreksi ke internal kami supaya lebih gencar lagi,” tegasnya.
Di lain sisi, Parimus juga menegaskan kepada relawan dan tim pemenangan, khususnya di Kotim agar tidak banyak membuang waktu berdebat, bahkan saling serang di media sosial. ”Lebih baik fokuskan sosialisasi ke seluruh kecamatan dan desa, sehingga kami bisa maksimal mendapatkan suara di 9 Desember mendatang,” kata Parimus.
Parimus menuturkan, perdebatan di media sosial sebenarnya tak perlu dilayani. Sebab, ujung-ujungnya akan memancing dan saling menjelekkan paslon. Parimus mengakui pengguna media sosial yang kerap berdebat dan muncul setiap saat, paling banyak 10 persen dari jumlah daftar pemilih tetap di Kotim yang jumlahnya sekitar 260 ribu jiwa lebih. Kultur politik demikian harus dikuasai dan dipahami tim sukses dan tim pemenangan supaya tidak terjebak dan tak hanya mengandalkan kampanye di medsos.
”Saya sudah uji coba sejak di pilpres dan pileg kemarin. Di medsos boleh menang karena pendukungnya, tapi itu bukan indikator utama, karena dari data saya, penduduk di Kotim masih banyak belum bermedsos. Termasuk saya kurang begitu menyukai media sosial,” ungkapnya.
Parimus memilih turun ke lapangan secara langsung dibanding menghabiskan waktu di media sosial. Apalagi belakangan ini banyaknya akun medsos palsu berpotensi menambah panas situasi politik.
”Paling penting temui warga. Datangi rumahnya, sampaikan program, bukan jelekkan paslon lain. Itu tegas saya sampaikan kepada teman-teman di tim,” tandasnya. (hgn/ang/ign)