Pelayanan pemeriksaan tes Covid-19 melalui metode Electro Chemiluminescense Immunoassay(ECLIA) belum familiar oleh sebagian masyarakat. Metode itu dinilai lebih akurat dan cepat mendeteksi virus korona.
HENY, Sampit
”Selama ini banyak masyarakat yang salah kaprah dengan pemeriksaan tes Covid-19. Tidak semua pemeriksaan tes cepat dinamakan rapid test. Jadi, pemeriksaan tes Covid-19 sebenarnya dinamakan pemeriksaan skrining antibodi yang metodenya dapat dilakukan menggunakan PCR, ECLIA, ELISA, dan Rapid Test,” kata Yuendri Irawanto, Kepala UDD PMI Kotim, belum lama ini.
Layanan tes cepat Covid-19 melalui metode pemeriksaan ECLIA di Unit Donor Darah Palang Merah Indonesia (UDD PMI) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) sebelumnya diperuntukkan guna menjamin darah hasil pendonor agar aman, terbebas dari empat risiko penyakit penularan melalui transfusi darah seperti hepatitis B, hepatitis C, HIV, dan sipilis.
”Awalnya saya ingin menjamin stok darah dari pendonor terbebas dari empat risiko penyakit. Sejak tahun 2017 itulah saya memutuskan untuk membeli alat ECLIA melalui anggaran UDD PMI Kotim,” kata Yuendri.
Dalam perkembangannya, pemeriksaan skrining antibodi berbasis laboratorium melalui metode ECLIA terbukti membawa manfaat untuk mendeteksi keberadaan Covid-19. Sejak terbitnya Surat Edaran Kementerian Kesehatan Indonesia pada 6 Juli 2020 terkait batasan tarif tertinggi pemeriksaan rapid test antibodi sebesar Rp 150.000, Pemkab Kotim berupaya mencari tes cepat dengan harga lebih terjangkau.
”Saya diperintahkan Bupati Kotim mencari rapid test yang terjangkau dan tidak lebih dari Rp 150 ribu. Saya bilang oke, saya sanggup memberikan pelayanan skrining antibodi melalui metode ECLIA sebesar Rp 125 ribu," ujarnya.
Pada 13 Juli 2020, layanan pemeriksaan skrining antibodi melalui metode ECLIA mulai dilakukan secara terbuka untuk masyarakat Kotim. Sampai 28 Oktober 2020 lalu, UDD PMI Kotim tercatat telah memberikan layanan kepada 16.045 orang dan 202 orang di antaranya dinyatakan reaktif.
”Dari bulan ke bulan, jumlah pemohon yang melakukan pemeriksaan skrining antibodi terus meningkat. Mulai Juli sudah ada 2.470 orang dan bulan berikutnya mengalami peningkatan hingga mendekati angka 5.000 pemohon yang audah dilakukan pemeriksaan," ujarnya.
Seiring berjalannya waktu, masyarakat yang melakukan pemeriksaan skrining antibodi melalui metode ECLIA tak hanya datang dari Kotim, tetapi juga dari kabupaten tetangga, seperti Seruyan, Kotawaringin Barat dan Kota Palangka Raya.
”Tidak hanya masyarakat Kotim, Kobar, dan Palangka Raya memeriksa skrining antibodi di sini karena biaya tarif yang lebih murah," ujarnya.
Dalam sehari, rata-rata melayani sekitar 100-300 orang. Ada pula institusi yang datang melakukan pemeriksaan skrining antibodi secara periodik seperti KPP Pratama Sampit, Badan Pusat Statistik Kotim, BRI Cabang Sampit, KPPN, termasuk karyawan Surat Kabar Harian Radar Sampit.
Dia menjamin biaya pemeriksaan skrining antibodi melalui metode ECLIA paling murah se-Indonesia. Akan tetapi, belum banyak yang menggunakan metode itu. ”Untuk UDD PMI baru di Kotim dan di Malang. Kalau pihak swasta ya banyak yang pakai metode ini," ujarnya.
Selain menawarkan tarif yang lebih murah, metode ECLIA dinilai lebih akurat mendeteksi keberadaan Covid-19. Hal itu dikarenakan metode ECLIA tidak menimbulkan reaksi silang terhadap virus flu biasa maupun coronavirus jenis lainnya.
”Kalau pemeriksaan melalui metode rapid test, apabila seseorang mengalami flu hasilnya akan menunjukan reaktif. Sedangkan melalui metode ECLIA belum tentu reaktif," ujarnya.
Kendati demikian, hasil keakuratan pemeriksaan skrining antibodi tetap dipengaruhi sistem imun dalam tubuh seseorang. Umumnya seseorang tidak begitu menyadari kapan tepatnya virus menginfeksi tubuhnya. Sehingga, apabila dilakukan pemeriksaan skrining antibodi, hasil pemeriksaan bisa saja non reaktif atau reaktif.
Lebih lanjut Yuendri menjelaskan, pemeriksaan antibodi melalui metode ECLIA dilakukan dengan menggunakan sampel darah yang dimasukkan dalam sebuah tabung dan diproses di laboratorium dengan alat otomatik yang sudah terkalibrasi.
Pemeriksaan menggunakan sampel darah disebut serologi atau imunoserologi. Sampel darah digunakan untuk untuk mengidentifikasi keberadaan suatu patogen atau virus dengan melihat respons kekebalan tubuh.
Ada tiga alat yang memiliki fungsi berbeda di ruang laboratorium UDD PMI Kotim untuk tes tersebut. Alur tahapan pemeriksaan skrining antibodi dimulai dengan melakukan pendaftaran dengan melengkapi data diri lengkap dan menunggu antrean untuk dilakukan pengambilan sampel darah.
”Prosesnya pemeriksaan melalui metode ECLIA tidak rumit. Tidak ribet dan hasilnya dapat diketahui di hari itu juga," katanya.
Sampel darah selanjutnya dibawa ke ruang laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan dimasukkan ke sebuah alat dengan merk Eba 21 Hettich Zentrifugen. Kegunaan alat ini ditujukan untuk memisahkan sel darah merah dengan serum.
”Setelah pengambilan sampel darah, darah diuji di laboratoium dan dimasukkan ke mesin yang dapat menampung 12 sampel darah dengan kecepatan 3.000 RPM (Revolutions Per Minute) sekitar 18 menit untuk memisahkan sel darah dan serum,” ujarnya.
Total waktu yang diperlukan mulai dari pengambilan sampel sampai didapatkan hasil kurang lebih sekitar satu jam. ”Hasil pemeriksaan tergantung dari jumlah orang yang diperiksa. Apabila dilakukan secara kolektif, hasil pemeriksaan dapat diperoleh kurang lebih satu jam,” ujarnya.
Lebih lanjut, Yuendri mengatakan, sepaket peralatan ECLIA menelan anggaran Rp 1,7 miliar menggunakan anggaran UDD PMI Kotim. Namun, Pemkab Kotim memberikan subsidi berupa penyediaan APD.
”Peralatan kami beli sendiri dari hasil pelayanan dan Pemkab memberikan subsidi untuk APD. Tetapi, itu pun tidak secara periodik dan belum termasuk reagen. Untuk APD saat ini sudah mulai menipis. Kalaupun kurang, kami meminta bantuan dari tangan-tangan dermawan,” tandasnya. (***/ign)