SAMPIT – Pasangan calon kepala daerah bisa menghabiskan biaya miliaran rupiah untuk menghadapi sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi. Biaya itu sebagian besar tersedot untuk membayar tim pengacara yang akan mengawal perkara paslon, baik sebagai pihak penggugat atau pihak terkait, yakni paslon yang berniat mempertahankan kemenangannya di MK.
Informasi itu diungkap salah seorang tokoh partai politik di Kotim. Dia meminta namanya tak disebutkan. Menurut politikus tersebut, mantan paslon pilkada pernah mengeluarkan biaya hingga Rp 1 miliar lebih untuk mengurus perkara pilkada di MK beberapa tahun silam.
”Biaya itu khusus untuk pengacara saja, apalagi kalau menggandeng pengacara ternama. Biayanya sampai miliaran,” tuturnya.
Menurut politikus tersebut, pengacara yang menangani perkara paslon di MK meminta setoran biaya itu di awal. ”Mereka tidak mau jika dibayar setelah perkara selesai,” ujarnya.
Mengutip informasi dari hukumonline.com, setiap firma hukum yang menangani sengketa pilkada memiliki standar berbeda sesuai kualitasnya. Komponen biayanya beragam. Pertama, didasarkan nama dan kualitas firma hukum masing-masing. Firma hukum di Jakarta yang sudah dikenal atau belum dan firma hukum di daerah memiliki standar berbeda-beda.
Kedua, semua biaya operasional kebutuhan biaya advokasi, seperti penggandaan berkas, komunikasi, transportasi advokat, biaya saksi, dan lain-lain. Ketiga, , biaya apabila perkara yang ditangani menang. Keempat, khusus beberapa firma hukum ternama sebagai biaya advokat terkenal yang mengharuskan yang bersangkutan hadir dan duduk dalam sidang.
Meski tak ada standar, biaya jasa penanganan per perkara sengketa pilkada besarannya variatif sesuai kesepakatan dan kemampuan kliennya. Umumnya, total biaya penanganan perkara sengketa pilkada sebesar Rp 150 juta hingga Rp 2 miliar lebih sesuai kualitas firma hukumnya.
Siap Hadapi Gugatan
Sementara itu, terkait gugatan sengketa Pilkada Kalteng yang diajukan paslon Ben Brahim S Bahat-Ujang Iskandar, Ketua KPU Kalteng Harmain menyatakan kesiapannya menghadapi gugatan tersebut. Pihaknya telah melaksanakan rapat kerja persiapan penyelesaian perselisihan pemilihan gubernur dan wakil gubernur Kalteng.
”Sebagaimana yang kami sampaikan sebelumnya, KPU Kalteng sudah siap bila ada gugatan di MK. Kami telah melaksanakan Rakor Persiapan Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalteng Tahun 2020 bersama KPU kabupaten kota se-Kalteng,” tuturnya, Rabu (23/12).
Harmain tidak mempermasalahkan gugatan tersebut. Sebab jalur hukum itu merupakan hak konstitusi paslon. Di sisi lain, pihaknya telah memetakan potensi yang digugat, bahkan menyiapkan berbagai dalil maupun dokumen yang diperlukan dalam menghadapi gugatan tersebut.
”Kami juga telah memetakan potensi yang digugat, menyiapkan dokumen yang diperlukan. Kami juga sudah menyiapkan Tim Kuasa Hukum KPU Kalteng,” ujarnya.
Sementara itu, dalam gugatannya, Ben-Ujang yang menggandeng Bambang Widjojanto, mantak Komisioner KPK dan pengacara Ujang Iskandar saat Pilkada Kobar 2010 silam, menyebut, banyak fakta yang tak terbantahkan adanya pelanggaran bersifat kecurangan dalam keseluruhan proses pilkada maupun proses pemungutan dan penghitungan suara. Hal itu berupa penyalahgunaan kewenangan, struktur, dan masif dari birokrasi dan program pemerintahan.
Selain itu, juga diduga ada politik uang dan penyalahgunaan penggunaan fasilitas pemerintahan. Semuanya bersifat kecurangan serta berpengaruh siginifikan terhadap perolehan suara. Tindakan kecurangan tersebut dinilaai sebagai kejahatan dalam pilkada yang secara langsung mencederai marwah demokrasi yang berasaskan umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Dalam materi gugatan yang diperoleh Radar Sampit itu menyebutkan, kecurangan dimaksud dilakukan secara luar biasa dan sangat mengkhawatirkan bagi proses demokrasi, terlebih dilakukan di seluruh Kalteng, yakni 14 kabupaten/kota.
Dalam petitumnya, Ben-Ujang meminta MK menyatakan paslon Sugianto Sabran-Edy Pratowo secara sah dan meyakinkan melakukan kecurangan, pelanggaran, dan penyalahgunaan kewenangan yang bisa disanksi dengan pembatalan sebagai paslon.
Mereka juga meminta agar MK Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Kalteng Nomor:075/PL02.6 Kpt/62/Prov/XII/2020 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalteng Tahun 2020 pada 18 Desember 2020 batal dan tidak sah.
Terakhir, meminta KPU melakukan pemungutan suara ulang di seluruh kabupaten dan kota atau melaksanakan pemungutan suara ulang di Kabupaten Seruyan, Kapuas, Pisau Pisau, dan Kotim. Berdasarkan hasil pleno KPU beberapa waktu lalu, wilayah itu merupakan basis suara Sugianto-Edy dengan perolehan suara cukup besar. (daq/ign)