SAMPIT – Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) Ben Brahim S Bahat-Ujang Iskandar, ”menyeret” tiga bupati di Bumi Tambun Bungai dalam materi gugatan sengketa Pilkada Kalteng yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Hal itu berkaitan dengan kecurangan pilkada yang dinilai dilakukan kepala daerah itu.
Hal itu berdasarkan dokumen permohonan gugatan ke MK yang diperoleh Radar Sampit. Dalam dokumen itu, Ben-Ujang yang menggandeng sembilan pengacara dari Widjojanto, Sonhadji & Associates tersebut memaparkan sejumlah dugaan pelanggaran selama Pilkada Kalteng. Adapun tiga bupati yang disebut-sebut, yakni Bupati Seruyan, Bupati Kotawaringin Barat, dan Bupati Lamandau.
Dalam gugatannya, Ben-Ujang tak menyebut secara langsung nama dua bupati. Hanya nama Bupati Lamandau Hendra Lesmana yang disebutkan secara jelas, sementara Bupati Kobar yang dijabat Nurhidayah dan Bupati Seruyan Yulhaidir tak ditulis secara eksplisit.
Dugaan pelanggaran yang menyeret tiga bupati itu ditulis dalam tiga poin dugaan pelanggaran pilkada, yakni poin 6 tentang mobilisasi PNS dan Honorer, poin 7 Ketidaknetralan ASN dan Perangkat Desa, dan poin 11 Money Politics (sarung, sembako, uang, dan lainnya).
Bupati Seruyan disebut dalam poin 6 terkait dugaan mobilisasi ASN dan honorer di seluruh kecamatan wilayah itu. Menurut Ben-Ujang, hal tersebut langsung dilakukan atas instruksi langsung dari Bupati Seruyan. ASN dan Honorer diberikan uang bervariasi antara Rp 100 ribu sampai Rp 200 ribu untuk memilih paslon 02 (Sugianto Sabran-Edy Pratowo). Apabila tidak memilih paslon 02, akan diberhentikan sebagai ASN atau tenaga honorer di kabupaten tersebut.
Pada poin 7, Bupati Kobar yang ”diseret” terkait ketidaknetralan ASN dan Perangkat Desa. Ben-Ujang mencontohkan seorang bupati yang secara terang-terang mengampanyekan (paslon 02) saat pelantikan Pj Kades di Kotawaringin Barat untuk kompak melanjutkan kepemimpinan Sugianto Sabran memenangkannya sebagai calon gubernur petahana. Ada pula seorang camat yang mengajak masyarakat melakukan yel-yel mendukung paslon 02.
Bupati Lamandau Hendra Lesmana disebut dalam dugaan money politics. Praktik politik uang itu dinilai terjadi pada minggu tenang. Ben-Ujang menyebut ada pembagian uang yang dilakukan secara masif oleh tim paslon 02, pembagian minyak goreng dan uang sebesar Rp 200 ribu. Namun, masyarakat yang mempersoalkan dipukul Bupati Lamandau.
Kasus itu sendiri telah berakhir damai. Hendra Lesmana saat peristiwa yang terjadi 8 Desember lalu itu, mengaku marah dengan oknum bergaya preman yang menghalang-halangi bahkan merampas distribusi bantuan sosial dari perusahaan dalam upaya penanggulangan bencana Covid-19.
”Kejadian itu adalah akumulatif kekesalan saya terhadap mereka. Mereka mengaitkan ini sebagai money politics. Padahal, ini resmi dan murni bantuan untuk menanggulangi dampak pandemi,” katanya.
Hendra mengaku kesal bantuan Covid-19 dari dunia usaha dan Baznas yang disebar ke masyarakat Lamandau secara terang-terangan, dituding tim pemenangan Ben-Ujang sebagai money politik dari tim pemenangan Sugianto-Edy. Padahal, bantuan itu tak ada kaitannya dengan paslon nomor urut 2 tersebut.
Secara keseluruhan, ada 18 poin dugaan pelanggaran yang dilakukan paslon 02 menurut Ben-Ujang melalui kuasa hukumnya. Dalam petitumnya, paslon nomor urut 01 tersebut memohon pada hakim MK untuk menyatakan paslon 02 dibatalkan sebagai paslon gubernur dan wakil gubernur Kalteng.
Kemudian, menyatakan tidak sah dan batal keputusan KPU Kalteng tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalteng Tahun 2020 tanggal 18 Desember 2020 yang memenangkan Sugianto-Edy. Selanjutnya, memerintahkan KPU Kalteng melaksanakan pemungutan suara ulang di seluruh kabupaten.
Kuasa hukum Sugianto-Edy Rahmadi G Lentam sebelumnya optimistis Mahkamah Konstitusi akan menolak gugatan yang diajukan Ben-Ujang. Tim kuasa hukum menyatakan kesiapannya menghadapi gugatan tersebut sebagai pihak terkait.
”Kami siap dalam segala hal dan optimistis gugatan itu ditolak MK. Tak hanya terkait ambang batas, tetapi dalil-dalil lainnya,” kata Rahmadi, Selasa (22/12) lalu.
Rahmadi menuturkan, pihaknya menghormati langkah dan proses hukum yang ditempuh paslon nomor urut 1 itu. ”Saran saya, siapkan saja bukti dan dalilnya. Tapi ingat, jangan bukti palsu. Jika ada saksi palsu, pasti berusan dengan hukum. Bingung juga di wilayah menang diam, di wilayah kalah ribut,” ujarnya.
Rahmadi menjelaskan, dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 6 Tahun 2020, Mahkamah Konstitusi hanya melayani sengketa selisih suara, tidak melayani gugatan terkait pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
”Pelanggaran TSM itu bukan ranahnya MK, namun masuk kewenangan Bawaslu. Sampai hari ini, kami juga belum menemukan adanya laporan tentang adanya pelanggaran administrasi, TSM, dan lain sebagainya. Maka itu, kita liat nanti,” katanya. (tim)