PALANGKA RAYA – Wacana efisiensi anggaran dan efektivitas kinerja yang digulirkan pemerintah pusat sebagai implementasi pemberlakukan Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2016, tak hanya berdampak pada pemekaran dan penggabungan beberapa instansi. Namun juga akan berdampak pada pengurangan tenaga kontrak.
Ketua Lembaga Pemberdayaan Hukum dan Politik Harati, Donny Laseduw menyebutkan, meski ini sekedar wacana, jelas membuat kekhawatiran tersendiri. Misalkan efisiensi anggaran betul-betul dilakukan, besar kemungkinan tenaga kotrak akan dikurangan, yang bertujuan untuk penghematan anggaran.
“Pemerintah harus mempertimbangkan sematang mungkin wacana ini. Jangan sampai efisiensi anggaran dan efektivitas kinerja malah akan membuat tenaga kontrak menjadi tumbal,” katanya, Jumat (7/10)
Secara rinci akan banyak dampaknya. Yang pasti, ujarnya, akan meningkatkan angka pengguran. Persoalan lain yang dikhawatirkan, akan menimbulkan persoalan baru, seperti meningkatnya angka kriminalitas.
Untuk tenaga kontrak ini sebetulnya sudah ada aturannya. Dalam satu tahun sellu dilakukan evaluasi. Apabila yang bersangkutan berkinerja baik, maka diteruskan, namun jika sebaliknya maka akan dilakukan pemutusan. Tapi beda halnya apabila wacana efisiensi anggaran ini terjadi. Maka mau tidak mau, semuanya akan dihentikan.
“Apakah pemerintah akan menyediakan lapangan kerja baru, atau menggunakan formula atau solusi lainnya? Itu salah satu pertanyaannya. Ini menjadi dilema, yang harus mendapat tindaklanjut. Jangan sampai menjadi masalah baru bagi Kalteng,” ucapnya.
Pemerintah, lanjutnya, bisa mengatasi masalah ini dengan melakukan pengkajian secara matang. Salah satunya dengan melakukan skenario rekayasa didalam pembentukan peraturan daerah (Perda) yang akan dibahas. Menurutnya jika dinas yang punya skor tinggi, maka tidak perlu digabung dengan dinas lain. Contohnya, Dinas Kehutanan dan Badan Lingkungan Hidup yang rencananya akan digabung. Disebutkan, hal itu tidak perlu dilakukan karena kedua instansi ini punya skor tinggi.
“Kalau saya baca skor kedua instasi ini, sama-sama punya skor tipe A. Artinya tidak perlu digabung. Kalau misalkan digabung, bagaimana membuat cabang dinas kehutanan di kabupaten kota? Inilah yang harusnya menjadi kajian pemerintah,” katanya lagi.
Misalkan kedua instasi ini tidak digabung, maka secara tidak langsung akan menyelamatkan nasib tenaga kontrak sekaligus juga menyelamatkan nasib pejabat eselon II B. Inti dari semua ini, ujar Donny, efektivitas kinerja dengan perubahan dinas tidak wajib mengikuti nama kementerian di pusat.
“Bagaimana cara kita menskenario dinas, sehingga tidak mengorbankan tenaga kontrak. Kalau semakin kecil jumlah dinas, maka semakin berkurang jumlah tenaga kontrak. Tidakkah pemerintah memeikirkan hal ini?,” katanya mengakhiri. (sho/vin)