KOTAWARINGIN LAMA – Penjabat (Pj) Bupati Kotawaringin Barat (Kobar) Nurul Edy terkagum-kagum melihat peninggalan sejarah yang ada di Kotawaringin Lama (Kolam). Mulai dari banginan Masjid Jami Kiai Gede hingga Astana Al Nursari, beserta benda-benda pusaka yang ada di dalamnya, saat dirinya kunjungan kerja ke kecamatan tertua di Kabupaten Kobar itu baru-baru ini.
Menurutnya, dengan menyaksikan bangunan dan benda pusakan yang ada dapat mengambarkan bahwa Kotawaringin Lama masa lalu merupakan kota yang besar pada masanya.Di samping itu lanjutnya, Kotawaringin Lama juga menjadi pusat penyebaran agama Islam di Kabupaten Kobar bahkan di Provinsi Kalimantan Tengah.
”Saya takjub, Alhamdulillah, saya tidak menyangka umur saya setua ini bisa menginjakan kaki di sini,’ ucap Nurul Edy yang juga Kepala Dinas Pendidikan Provensi Kalteng ini.
Dikatakannya, peninggalan sejarah yang ada di Kolam ini merupakan peninggalan maha penting yang harus dilestarikan. Bukan hanya penting bagi Kabupaten Kobar tetapi juga penting bagi sejarah Provinsi Kalteng.
Dalam kunjungan perdananya ke bumi Kiai Gede sebutan lain Kotawaringin Lama ini, Nurul Edy mengunjugi Masjid Jami Kiai Gede, Astana Al Nursari, musium atau pe’agongan tempat menyimpan sejumlah benda pusaka, diantaranya Meriam Beranak serta ziarah ke makam Kiai Gede.
Di pe’agongan ini Edy sempat melontarkan sejumlah pertayaan kepada Gusti Semudera yang merupakan juriat Kesultanan Kutaringin yang menjaga dan merawat benda-benda pusaka ini. Salah satu pertanyaannya adalah tentang kebenaran berita bahwa salah satu Meriam Beranak pernah di bawa ke Pangkalan Bun tetapi tiba-tiba meriam itu kembali dengan sendirinya ke Kolam.
Mendapat pertanyaan itu Semudera membenarkannya. Bukan itu saja, Semudera dengan terperinci menjelaskan semua benda pusaka yang ada di dalam pe’agongan. Untuk masuk ke dalam bangunan yang keseluruhannya terbuat dari kayu ulin itu pengunjung harus membawa syarat atau masyarakat setempat menyebutnya Pasabur, Gusti Samudera mengatakan adat ini sudah turun tamurun.
”Adapun pesabur yang disediakan terdiri dari beras, gula aren, benang, kelapa, asam Jawa, kemiri yang belum dikupas dari kulitnya, pisau, paku, jarum, lilin, sirih hiliman, tembakau, pinang, sirih, kapur dan telur. Masing-masing benda tersebut mempunyai arti atau kiasan,”terangnya.
Lebih lanjut dijelaskannya, meriam beranak bukan meriam yang melahirkan anak tetapi ada delapan buah meriam yang terdiri dari tiga meriam besar sebagai induknya dan lima meriam kecil sebagai anaknya.
Masing-masing meriam tersebut mempunyai nama untuk induknya bernama Jimat, Cindai dan Selasah, serta menyebutkan nama kelima anak meriam tersebut dan masing masing anak meriam anak yang berstatus laki-laki dan perempuan yang dapat dikenali diganggang meriam.
Semudera juga menyebutkan, masih ada puluhan benda pusaka yang tidak bisa diperlihatkan ke pengunjung karena tidak ada tempatnya. Dan Semudera juga menjelaskan bahwa biaya perawatan cagar budaya ini sangat minim yang dianggarkan dari provinsi dan pusat.
Mengetahui hal ini Edy akan mencoba mempelajari apakah Pemkab Kobar punya celah untuk berkontribusi menambah biaya perawatan dan pembuatan tempat benda-benda pusaka itu, sehingga bisa diihat oleh semua pengunjung.(gst/gus)