PANGKALAN BUN – Banjir di Kecamatan Arut Utara dalam satu pekan terakhir mulai berdampak terhadap kesehatan. Sejumlah warga berdatangan ke puskesmas karena terserang diare.
Kepala Puskesmas Arut Utara Imanudin mengatakan, banjir di Aruta terjadi setiap tahun. Namun banjir tahun ini cukup lama sehingga sejumlah warga terserang penyakit kulit dan diare.
"Sudah tiga hari banyak masyatakat mengeluh karena diare. Hal ini efek dari banjir," kata Imanuddin.
Diare muncul karena makanan dan minuman yang dikonsumsi tidak higienis, "Faktor air sangat menentukan. Sekarang ini banyak masyarakat yang membutuhkan air bersih karena sumber air terkena banjir sehingga menjadi keruh," bebernya.
Hujan juga membuat Puskesmas Pembatu (Pustu) di Desa Sukarami tergenang air hingga sepinggang orang dewasa. Meski terendam, petugas puskesmas tetap memberi layanan secara mobile.
”Kalau ada orang sakit, bidan atau tenaga kesehatan kita turun ke rumah warga. Ada yang rela basah-basah kalau masih dangkal. Apabila air tinggi, menggunakan perahu untuk menjangkau masyarakat," terangnya.
Petugas stand by selama 24 jam, baik itu yang ada di puskesmas dan di tiga pustu. Sedangkan yang pustu terkena banjir, petugas tetap standby di rumah warga yang lokasinya tidak terendam banjir.
Pantauan Radar Pangkalan Bun di lokasi banjir, terdapat rumah penduduk yang hanya terlihat atapnya. Padahal rumah warga Pangkut kebanyakan model panggung.
Hingga kemarin, belum ada bantuan dari pemerintah untuk korban banjir.
Masyarakat Pangkut tidak bisa kemana-mana karena akses jalan terputus. Mereka harus menggunakan kelotok ketika mengangkut kebutuhan pokok.
Warga Desa Sukarame Kecamatan Arut Utara Kabupaten Kobar juga bernasib sama. Mereka mengharapkan bantuan makanan dan obat-obatan dari pemerintah. Kini persediaan bahan makanan mereka cukup untuk dua hari ke depan.
"Warga sudah tidak bekerja karena kebun mereka sudah terendam banjir, sudah tidak punya penghasilan, anak-anak sudah tidak sekolah," kata Eko, warga Desa Sukarame.
Kondisi desa sudah mencekam dan warga sudah panik karena air terus naik 10 centimeter per jam. "Saya minta pemerintah jangan menutup mata, kami di sini menderita," katanya.
Sekdes Sukarame Repiadi menyatakan warga sudah kesulitan bahan makanan. Warga masih bertahan karena belum ada evakuasi dari pemerintah.
"Kami sudah minum dari air sungai, karena mata air sudah terendam banjir semua. Stok makanan hanya bertahan dua hari saja," katanya.
Masyarakat mengharapkan pemerintah hadir di Aruta. Banjir kali ini cukup parah dan arus sungainya kencang.
"Sampai sekarang belum ada pemerintah yang datang. Kami sudah laporan kepada pak camat soal banjir di desa kami. Harusnya bantuan bisa datang, minimal perahu karet untuk mengevakuasi warga, khususnya balita dan lansia," bebernya.
Selain rumah penduduk, fasilitas publik lain seperti sekolahan dan pustu juga sudah tergenang air. Banyak masyarakat yang berdiam diri dan sudah ada yang meninggalkan rumah memilih ke tempat yang tinggi.
"Tempat pengungsian juga tidak ada. Karena aula desa juga mulai terendam air. Mudah-mudahan bisa cepat datang bantuan. Informasinya hari Minggu datang," pungkasnya. (rin/yit)