PANGKALAN BANTENG – Harga elpiji ukuran 3 kilogram atau biasa dikenal dengan elpiji melon diduga dipermainkan. Pengelola SPBU menjual dengan harga Rp 18 ribu, sementara pengecer menjual hingga Rp 35 ribu.
Pengelola SPBU di Karang Mulya Pangkalan Banteng mengungkapkan, harga jual elpiji tiga kilogram masih sama seperti dulu.
”Masih sama harganya, Rp 18 ribu per tabung. Kemarin-kemarin pas langka di luar harganya memang tinggi. Tapi kita tetap seperti biasa, namun barangnya cepat habis dan sempat beberapa hari kosong karena diburu masyarakat,” ujarnya, Rabu (14/6) pagi.
Secara umum, SPBU mendapat jatah 800 tabung. Semua itu tergantung pasokan dari agen di Pangkalan Bun. Terkadang elpiji yang dikirim hanya 400 hingga 500 tabung.
”Kita maunya penuh 800, tapi kan tergnatung kemampuan agen. Kita posisinya ini seperti pengecer biasa. Tapi urusan harga kita patuh sama aturan,” katanya.
Dalam setiap pengiriman, pembelian bagi masyarakat juga dilakukan secar ketat. Untuk menghindari aksi borong, terutama oleh para pengecer yang berpura-pura sebagai pengguna rumah tangga, SPBU melakukan pembatasan.
”Kita hanya melayani masyarakat umum, kalau untuk dijual lagi tidak kita layani,” tegasnya.
Sementara itu, penelusuran Radar Pangkalan Bun, harga elpiji di sejumlah pengecer di Karang Mulya masih tinggi. Rata-rata pengecer menjual dengan harga Rp 25 ribu hingga Rp 30 ribu. Bahkan ada salah satu pengecer yang menjual Rp 35 ribu.
”Kalau harga teman Rp 25 ribu, tapi kalau ke orang lain Rp 30 ribu untuk tabung melonnya,” kata salah seorang pengecer.
Dirinya terpaksa menjual dengan harga tinggi lantaran pasokan belum normal seperti biasanya. ”Barangnya masih susah, dijatah pula sekarang ini,” katanya.
Sementara itu, Sales Eksekutif LPG Pertamina Kalimantan Tengah Aria Aditya membantah bahwa distribusi elpiji di Kalteng, khususnya Kotawaringin Barat, masih tersendat. Penyaluran elpiji di Kobar sudah normal. Pertamina telah menambahkan pasokan elpiji tiga kilogram sekitar enam persen dari kebutuhan normal di Kalimantan Tengah.
”Sudah normal semua, bahkan kuota untuk Kalteng ditambah enam persen. Dengan penambahan tersebut maka secara otomatis jatah untuk kobar juga bertambah,” terangnya.
Mengenai masih tingginya harga di tingkat pengecer, Aria menjelaskan Pertamina hanya punya kewenangan mengawasi harga sampai pada agen dan pangkalan. Untuk pengecer, pihaknya hanya bisa melakukan pendekatan secara persuasif.
”Kalau untuk pengecer-pengecer kecil seperti di warung-warung, kita tidak bisa mengawasi. Mungkin saat kita lakukan survei rutin pemantauan harga dan ada temuan harga yang tinggi dan tidak sesuai, kita hanya bisa persuasif saja,” terangnya. (sla/yit)