JAKARTA – Perlu waktu sekitar dua tahun bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki dugaan korupsi proyek pembangunan Pelabuhan Laut Teluk Segintung. Kemarin (14/10), lembaga antirasuah itu akhirnya menetapkan mantan Bupati Seruyan Darwan Ali sebagai tersangka.
Bupati Seruyan dua periode itu (2003-2008 dan 2008-2013) diduga menerima uang dari PT Swa Karya Jaya (SKJ) selaku rekanan proyek sebesar Rp 687,5 juta. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, uang itu diberikan kepada Darwan melalui anaknya dengan cara transfer beberapa kali pada 2009 lalu.
Dalam perkara tersebut, KPK mengidentifikasi adanya praktik politik transaksional. Itu sejalan dengan dugaan bahwa PT SKJ yang mengerjakan proyek itu merupakan pihak yang mendukung Darwan saat pilkada.
Febri menjelaskan, penyidikan tindak pidana korupsi itu diawali dengan penyelidikan sejak Januari 2017 lalu. Artinya, dua tahun lebih KPK menelusuri indikasi rasuah yang diduga dilakukan Darwan.
”KPK menemukan bukti permulaan yang cukup dan diputuskan perkara ini ditingkatkan ke penyidikan,” terangnya, kemarin (14/10).
Penyelidikan itu diawali dengan mempelajari perencanaan pembangunan Pelabuhan Laut Teluk Segintung pada 2004. Rencana itu mulai direalisasikan Dinas Perhubungan (Dishub) Seruyan pada 2006 dengan memasang tiang pancang. Pada 2007, dishub mulai mengalokasikan anggaran pekerjaan pembangunan. Saat itu, Darwan diduga mengarahkan bawahannya agar proyek itu dikerjakan SKJ.
Menindaklanjuti perintah Darwan, panitia lelang proyek itu pun dibentuk dan diarahkan untuk menjadikan SKJ sebagai pemenang lelang terbuka tersebut. Awalnya, lelang itu dibuka dengan harga perkiraan sendiri (HPS) Rp 112,75 miliar. Dalam pelaksanaannya lelang, terdapat sejumlah kejanggalan. Salah satunya pembatasan informasi dan pengambilan dokumen lelang yang hanya 1 hari.
”Dokumen prakualifikasi dan penawaran lelang diduga dipalsukan, dan peserta lelang lain diduga direkayasa,” ungkap mantan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) tersebut.
”Pihak PT SKJ diduga turut mempersiapkan beberapa dokumen palsu yang dibutuhkan tersebut,” imbuh Febri. Pun, dokumen SKJ juga tidak memenuhi syarat. Misal, sertifikat badan usaha kedaluwarsa.
Belum sampai di situ, empat bulan berjalan, tepatnya pada 10 Agustus 2007, tiba-tiba terdapat addendum pertama dengan mengubah nilai kontrak menjadi Rp 127,411 miliar atau bertambah 13,02 persen dari nilai kontrak awal. Addendum itu melebihi ketentuan Perpres 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa.
”Dalam aturan itu menyebutkan maksimal menambah pekerjaan 10 persen.”
Berdasar hasil audit, proyek itu pun diduga merugikan keuangan negara sekitar Rp 20,84 miliar. ”Sejak penyidikan dimulai telah dilakukan pemeriksaan terhadap 32 orang saksi,” kata Febri. Selain memeriksa saksi, KPK juga telah menggeledah rumah Darwan di Tebet, Jakarta Selatan. Dalam penggeledahan itu, tim menyita beberapa dokumen terkait perkara yang sedang ditangani.
”KPK juga telah mengirimkan surat ke Imigrasi untuk pelarangan ke luar negeri terhadap dua orang terhitung 15 Agustus 2019. Pertama DAL (Darwan) dan Tju Miming Aprilyanto (Direktur PT SKJ),” tambah Febri.
Sementara itu, Darwan Ali tak merespons dikonfirmasi Radar Sampit tadi malam saat dihubungi melalui selulernya. (tyo/jpg/hgn)