NANGA BULIK – Pengakuan salah satu terdakwa pencurian sapi menjelang Idul Adha lalu mengejutkan majelis Majelis Hakim Dan Jaksa Penuntut Umum. Terdakwa Satriadi menyatakan bahwa ide mencuri sapi sebenarnya bukan dari dirinya. Tetapi justru dari menantu korban, Ucit Priyadi yang sebelumnya juga telah diperiksa sebagai saksi .
"Awalnya yang ngajak duluan Ucit. Dia suruh saya jual sapinya tapi jangan sampai ketahuan istrinya. Dia juga yang suruh pakai mobilnya. Saya disuruh cari alasan supaya istrinya percaya dan mau meminjamkan mobil. Yaitu tiga hari sebelum kejadian," ungkap terdakwa Satriadi alias Isat.
Untuk melancarkan aksinya, terdakwa kemudian mengajak Sandi untuk membantunya menjual sapi karena ia tidak berpengalaman. "Sapi katanya Ucit sudah dipersiapkan di ikat di pinggir jalan, saya tinggal ambil. Saya sempat mondar-mandir tidak ketemu. Akhirnya ketemu sapinya sekitar 10 meter dari jalan, bukan di dalam kebun, tapi diikat di pohon," ungkap Isat.
Ia lantas melepas ikatan dan menarik sapi dan menaikannya ke mobil pikup dengan bantuan Sandi. Selanjutnya sapi dibawa ke Pangkalan Bun dan tiba pukul 04.00 WIB subuh dan langsung cari pembeli sapi .
"Ke pembeli pertama dan kedua ditolak karena alasan stok sapi mereka masih banyak, baru ke pembeli ketiga ada yang mau membeli seharga Rp 10 juta," bebernya.
Namun pembayaran awal baru Rp 4 juta, sisanya dijanjikan jam 9 pagi. Tapi nyatanya hingga beberapa hari belum juga dibayar. Menurutnya Ucit sempat menelpon menanyakan sapinya sudah laku atau belum, dan ia menjawab sudah laku tapi belum dibayar penuh. Sedangkan uang Rp 4 juta tersebut langsung dibagi dua dan sore harinya mereka mengembalikan mobil ke pemiliknya.
"Setelah 4 hari kemudian, baru saya ke Pangkalan Bun menagih uang sisa pembelian. Disitu baru ada saksi Pak RT. Sisa uang Rp 6 juta dibayar, saya serahkan ke Ucit Rp 1 juta, dan Rp 5 jutanya saya pinjam untuk keperluan di rumah. Uangnya juga saya bagi lagi ke Sandi," tuturnya.
Menurut sepengetahuan Satriadi, sapi tersebut adalah milik Ucit yang dibelinya dari Desa Batu Kotam, bukan milik Gusti Jamhari (mertua Ucit). Dan enam hari setelah kejadian, mereka berdua ditangkap Polisi. Awalnya keduanya tidak mengakui sebagai pencuri sapi. Hingga akhirnya saksi korban, Ucit datang ke Polres dan berbicara empat mata dengannya.
"Awalnya dia menjanjikan akan mencabut laporan. Tapi mungkin dia tidak berani dengan istri dan mertuanya. Lalu saya disuruh mengakui saja pencurian ini, dan jangan melibatkan dia (Ucit), dia berjanji akan menanggung dan mengurus anak istri saya di rumah. Tapi nyatanya sampai sekarang tidak," ujar Isat.
Dengan keterangan dalam persidangan tersebut, ia ingin mencabut sebagian dari isi BAP di Kepolisian yang menurutnya tidak seluruhnya benar. Ia terpaksa mengakui semuanya pada Polisi, karena Ucit menjanjikan akan menyelesaikan permasalahan tersebut.
Sementara itu Sandi dalam keterangannya menyatakan bahwa ia tidak mengetahui jika ternyata sapi yang mereka jual adalah curian. Ia hanya tahu membantu Satriadi yang diminta tolong membantu menjualkan sapi milik Ucit.
Namun Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak begitu saja mempercayai keterangan terdakwa. Sebab dalam hal penjualan sapi, kedua terdakwa menikmati sebagian besar uang hasil penjualan sapi.
"Kalau sapi punya Ucit, kamu cuma disuruh kenapa kamu yang bagi uangnya dan menerima uangnya lebih banyak. Dan Ucit cuma diberi Rp 1 juta. Lain kali jangan mau disuruh memberikan keterangan palsu, karena memberikan keterangan palsu juga bisa dipidana," tegas JPU Brurianto Sukahar.
Selanjutnya terdakwa menjawab bahwa dirinya saat itu bingung dan butuh uang. Apalagi kasus pencurian sapi sudah terlanjur heboh. (mex/sla)