Kalimantan Tengah saat ini dalam kondisi darurat perlindungan anak dan perempuan. Kasus asusila terhadap anak di bawah umur yang dilakukan orang terdekat terus berulang. Hal itu memperlihatkan kronisnya kejahatan seksual yang terjadi di Bumi Tambun Bungai. Kasus terbaru menimpa seorang bocah di Kecamatan Tasik Payawan, Kabupaten Katingan. Ironisnya, korban diduga tak hanya diperkosa ayah tirinya sendiri. Lima teman ayah biadabnya itu disebut-sebut ikut ”memangsa” bocah malang tersebut.
Kapolres Katingan AKBP Paulus Sonny Bhakti Wibowo mengatakan, pihaknya telah menangkap enam terduga pelaku pencabulan anak perempuan di bawah umur tersebut. ”Aksi bejat itu diduga dilakukan ayah tiri korban inisial J (38) dan lima orang lainnya, yakni D (14), R (16), S (18), A (45), dan I (50),” katanya, Selasa (11/1).
Dia menuturkan, kasus memilukan itu terungkap setelah warga bersama pihak keluarga melaporkan kasus tersebut ke Polsek Tasik Payawan dan Kamipang. Bermodal laporan itu, sejumlah petugas langsung bergerak meringkus pelaku. Setelah ditangkap, para pelaku dibawa ke Mapolres Katingan. Dari pengakuan korban, lanjutnya, pemerkosaan itu berlangsung sekitar sebulan lalu. Namun, belum diketahui pasti kronologis kejadian.
Menurut korban, ayah tirinya merupakan orang terakhir yang melakukan perbuatan biadab tersebut. ”Kasus ini masih dilakukan pendalaman dan penyelidikan lebih lanjut,” kata Sonny. Kekerasan seksual yang terus terjadi di Indonesia juga jadi perhatian pemerintah pusat. Ketua DPP Partai Nasdem Bidang Perempuan Amelia Anggraini mengatakan, kejahatan seksual sudah sangat kronis. Literasi kekerasan seksual masih terputus. Penetrasi internet juga berdampak besar, karena konten-konten porno begitu banyak jumlahnya.
Namun, lanjutnya, di saat bersamaan edukasi terkait literasi kekerasan seksual belum begitu maksimal. ”Juga yang sangat penting, kita tidak punya mekanisme pencegahan seksual sejak dini,” kata Amel. Dia menjelaskan, ketika Indonesia tidak memiliki mekanisme pencegahan kekerasan seksual sejak dini, generasi muda yang masih belia berpotensi melanjutkan tongkat estafet pelaku kekerasan seksual, bahkan pelaku eksploitasi anak. Dalam kasus di Katingan, dua pelaku masih di bawah umur, yakni 14 dan 16 tahun.
Menurutnya, efek domino itu tentu berbahaya. Diperlukan aturan yang holistik dan komprehensif mengantisipasi itu. Rancangan Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) secara jelas mengatur mekanisme pencegahan dengan sosialisasi di semua tingkat pendidikan, ruang publik, instansi, dan kantor. Sementara itu, RUU TPKS belum juga disahkan dalam rapat paripurna pembukaan masa sidang III, Selasa (11/1). Pimpinan dewan berjanji akan mengesahkan rancangan peraturan tersebut pekan depan. ”Insya Allah, Selasa 18 Januari 2022 RUU TPKS disahkan menjadi RUU inisiatif DPR,” kata Ketua DPR Puan Maharani.
Menurut dia, RUU TPKS sudah selesai diharmonisasi di badan legislasi (Baleg) DPR. Saat nanti sah menjadi inisiatif DPR, RUU itu sudah bisa dibahas bersama pemerintah. Dewan berkomitmen menuntaskan RUU TPKS, mengingat kasus-kasus kekerasan seksual semakin marak terjadi. ”Sehingga dinilai sudah menjadi kebutuhan hukum di Indonesia,” ujarnya. Mantan Menko PMK itu menambahkan, pihaknya memberi apresiasi kepada Presiden Joko Widodo. Jokowi memandang kehadiran RUU TPKS sangat diperlukan untuk perlindungan terhadap korban kekerasan seksual, khususnya perempuan. Puan pun mengajak pemerintah bekerja optimal dalam pembahasan RUU itu ke depan.
RUU TPKS diharapkan dapat memperkuat upaya perlindungan dari tindak kekerasan seksual. ”Dan juga mempertajam paradigma untuk berpihak kepada korban,” ucap alumnus Universitas Indonesia (UI) itu. (lum/bay/jpg/sos/ign)