PALANGKA RAYA – Pengakuan Cr, majikan yang menyiksa dua pembantunya di Muara Teweh, SS dan HB, mendapat respons beragam dari berbagai kalangan. Pernyataannya yang menyebut dua anaknya dilecehkan itu ramai dibahas, terutama di media sosial. Ada yang menilai penyiksaan itu wajar dilakukan, ada pula yang mencurigai pengakuan itu skenario.
Aktivis media sosial Marcos Tuwan melalui akun Facebooknya mengatakan, supremasi hukum harus ditegakkan. Due Process of Law harus ditegakkan. Semua pihak yang melanggar hukum harus diproses dan diadili. Menurutnya, air mata, permintaan maaf, dan perdamaian tidak menghapus perbuatan pidana.
Marcos juga mempertanyakan alasan Cr tidak melaporkan pencabulan itu, tapi justru menganiaya dan menyiksa dua pembantunya. Bahkan, pencabulan dan penganiayaan terjadi secara berulang.
Postingan Marcos ramai ditanggapi. Oka Tuwan, misalnya, mengatakan, yang dipukul dan yang memukul sama-sama kena pidana. Proses tidak mesti harus ada laporan dari kedua belah pihak yang merasa sebagai korban. Kalau ada laporan, Polri bisa menggunakan dari hasil berita di media sosial sebagai acuan untuk proses lidik dan sidik lebih lanjut sebagai hasil temuan.
”Pasti Polri lebih paham laporan jenis/model apa dipakai apabila kedua belah pihak tidak ada melapor,” katanya.
BACA JUGA: GILA!!! Pernah Dicabuli, Dua Pembantu yang Disiksa Lampiaskan Nafsu ke Anak Majikan
---------- SPLIT TEXT ----------
Sementara akun Een A Rachman mencurigai pengakuan Cr. Dia menduga masalah anak balita dilecehkan hanya skenario majikannya. ”Supaya balance..kan udah terlanjur ketahuan media dan masyarakat. Polisi mengembalikan pembokatnya (pembantu, Red) lagi ke majikannya. Seharusnya Polisi melindungi dan memproses. Lha, kenyataannya ceritanya jadi berubah. Skor 1-1 haaa. Mikirr. Masa iya sampai tiga kali melakoni, si majikannya nggak lapor polisi? Ini setelah pembokatnya dibawa masyarakat ke polisi cari perlindungan, malah dibalikin lagi. Kisahnya jadi gini nich. Miris,” katanya.
Meski demikian, ada juga yang menilai tindakan Cr wajar. Pasalnya, yang dicabuli adalah anaknya. Sebagai seorang ibu, hal itu merupakan respons yang wajar. Yang disesalkan, hanya tindakan Cr yang tak langsung melapor ke polisi.
Sementara itu, salah seorang pekerja swasta di Palangka Raya, Wawan, menilai, kasus itu hampir mirip pelecehan seksual di Jakarta Intercultural School (JIS) beberapa waktu lalu. Kasus itu dinilai sarat rekayasa. Hal itu juga disinyalir terjadi dalam kasus yang menimpa dua pembantu rumah tangga tersebut.
Karena itu, proses penegakan hukum yang adil dan transparan perlu dilakukan aparat agar korban kejahatan tak menjadi korban. Apabila benar anak majikan mengalami pelecehan seksual, harus dibuktikan melalui visum dan hasilnya harus dibuka, mengingat kasus itu sudah mencuat ke publik.
Hal itu dinilai penting agar masalah itu terang benderang. Sebaliknya, jika benar terjadi pelecehan seksual, maka dua pembantu itu juga harus diproses hukum, mengingat korbannya anak di bawah umur. ”Penegakan hukum harus adil dan transparan. Kasus ini sudah menjadi perhatian publik. Kinerja Polri dipertaruhkan,” katanya.
---------- SPLIT TEXT ----------
Seperti diketahui, kasus penganiyaan dua pembantu rumah tangga HB (23) dan SS (13) di Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara terungkap. Dalam kasus penganiyaan itu, korban disiksa karena melakukan pelecehan seksual kepada kedua anak majikannya.
HB dan SS mengaku melecehkan anak majikannya dengan cara mengisap kelamin bocah itu. Sang majikan, Cr, yang mengetahui perbuatan dua pembantunya tak terima, sehingga memukuli keduanya hingga babak belur.
HB melakukan pelecehan itu sebanyak tiga kali hingga membuat anak Cr trauma dan dalam pangawasan dinas terkait. Sebanyak tiga kali pula Cr memukuli SS, baik menggunakan tangan kosong hingga menghantam SS menggunakan sapu dan benda tumpul lainnya.
Hal tersebut diungkapkan Cr dalam jumpa pers di ruangan Humas Polda Kalteng, Sabtu (6/8). Kr menuturkan, ia memergoki HB sedang mencabuli anak pertamanya. Pencabulan itu sampai membuat kelamin sang anak mengeluarkan darah. Dia pun memergoki HB melakukan hal tak senonoh itu di dalam rumahnya.
”Saya akui memukul HB. Siapa yang terima melihat anak dilecehkan? Saya lihat dia melakukan perbuatan tak senonoh kepada kelamin anak saya. Bahkan, saat di kamar mandi juga berbuat serupa,” kata Cr sambil menangis.
Cr menambahkan, penganiyaan juga dilakukan terhadap SS. Dia memukuli dan menyiksa SS karena berbuat hal serupa kepada anak keduanya. ”Saya malu sebenarnya menceritakan ini. Kalau tidak cerita, saya seperti penjahat,” ujarnya.
Menurut Cr, saat itu ia sedang praktek, lalu mendengar sang anak menangis. Dia kemudian mendatangi suara tangisan itu dan kaget melihat kelamin anaknya diisap dan digigit HB. Cr naik pitam dan memukuli HB.
”Saya lihat dengan mata kepala saya sendiri. Mulutnya sudah di alat kelamin. Ada bercak darah. Spontan saya sebagai ibu langsung menghajar HB hingga babak belur,” tegasnya.
Beberapa hari setelah kejadian itu, lanjutnya, HB kembali melakukan perbuatan itu. Emosi Cr kian tak terkontrol. Dia kembali memukuli HB. Delapan hari kemudian, SS juga melakukan hal serupa. Sampai akhirnya dia juga memukuli keduanya hingga babak belur.
”Saya nggak kuat lagi. Baru kemarin, malah kedua anak saya dijadikan korban. Saya pukul pukul, saya jambak,” katanya. (daq/ign)