PANGKALAN BANTENG – Ketenangan pagi di Jalur 1 Desa Marga Mulya, Kecamatan Pangkalan Banteng, Jumat (17/3) pagi, terusik. Musababnya, pasangan suami istri; Vius Dame (55)-Yasinta Bura (48), ditemukan sekarat bersimbah darah. Mereka dibantai dengan sadis oleh tetangganya sendiri, Egenius Paceli (53).
Kedua korban yang sudah tergolong kakek-nenek itu menderita luka parah. Tangan kiri Yasinta Bura putus. Sedangkan suaminya lebih parah lagi; luka lebar menganga akibat sabetan benda tajam melintang dari dahi kanan hingga bagian bawah mata kiri, tangan kanan nyaris putus dan jempol tangan kiri hingga sebagian telapak tangan anggota BPD Desa Marga Mulya itu terlepas dari tempatnya.
Sempat mendapatkan pertolongan di RSR Semanggang, kedua korban langsung dirujuk ke RSUD Sultan Imanuddin Pangkalan Bun. Namun sayang, nyawa Yasinta Bura tak tertolong meski tim dokter telah bekerja ekstra keras.
Informasi yang dihimpun Radar Sampit dari anak angkat korban, Maria Nona Isa (14), pelaku yang bertetangga dekat dengan korban, pagi itu datang bertamu. Namun, tanpa sebab yang jelas, pelaku langsung mengeksekusi Yasinta Bura yang saat itu sedang berada di ruang tamu.
Maria yang mengetahui ibu angkatnya dibacok, langsung berlari keluar rumah sambil berteriak minta tolong. Menurutnya, akibat teriakan itu Paceli sempat terkejut dan mengejar pelajar kelas IX SMP N 1 Pangkalan Banteng itu.
”Saya dengar mama teriak dan saat saya lihat mama berdarah dan mama terjatuh di lantai, saya langsung teriak dan lari keluar minta tolong,” ujarnya sambil menahan tangis.
Andreas, seorang warga yang turut mengevakuasi korban, mengatakan bahwa Vius Dame ditemukan tergeletak bersimbah darah di depan pintu dapurnya. Kuat dugaan korban berusaha keluar rumah untuk mencari pertolongan. Itu tampak dari ceceran darah yang berasal dari bagian dalam dapur hingga halaman rumah papan itu.
Kemudian Yasinta Bura ditemukan bersimbah darah di ruang tamu, tepat di depan televisi yang masih menyala sambil memegangi lengan kirinya yang putus. ”Pak Vius ada di depan pintu dapur, tergeletak di situ. Nafas sudah tersengal-sengal sambil merintih minta tolong dan menyebut-nyebut nama istrinya,” ujar Andreas.
Tak berselang lama, warga langsung berdatangan membantu mengevakuasi korban sambil menunggu kendaraan untuk membawa keduanya ke RSR Semanggang. ”Semua warga ketakutan, kita coba selamatkan korban dulu, dan dibawa ke Semanggang,” ungkapnya.
Selain Andreas, tak banyak warga yang tahu persis kejadian saat Geneius Paceli melayangkan parang secara membabi buta di dalam rumah bekas jatah transmigrasi itu. Menurutnya, hanya keajaiban yang mampu menyelamatkan kedua korban dari maut. ”Ngeri, hanya keajaiban yang bisa menyelamatkan mereka,” katanya.
Tak lebih dari lima menit setelah aparat kepolisian datang ke lokasi kejadian, pelaku langsung ditangkap di rumahnya yang hanya berjarak kurang dari 10 meter. Rumah pelaku tepat berada di belakang rumah korban dan terpisah lahan pekarangan.
”Saat ditangkap, pelaku diduga berniat kabur karena saat itu sudah menyiapkan tas pakaian dan segala perlengkapan,”ungkap Brigpol Jusak Daniel, anggota Polsek Pangkalan Banteng yang langsung memburu pelaku begitu tiba di TKP.
Kapolsek Pangkalan Banteng, Iptu Sudarsono mengatakan bahwa sampai saat ini pihaknya masih melakukan pendalaman terkait kasus penganiayaan berat hingga menimbulkan korban jiwa itu.
”Kita masih dalami motif di balik kejadian ini, pelaku sampai saat ini masih berbelit-belit ketika dimintai keterangan,” ungkapnya.
Untuk mencegah terjadinya aksi main hakim warga, pelaku Egenius Paceli penahananya dititipkan di rutan Mapolres Kobar. ”Tetap kita yang mengerjakan kasus itu, tapi penahanan kita titipkan di Polres. Ini demi kondusivitas wilayah Pangkalan Banteng,” katanya
Kapolres Kobar AKBP Pria Premos membenarkan bahwa tersangka sudah diamankan di Mapolres Kobar. ”Tersangka masih dimintai keterangan oleh penyidik terkait penganiayaan yang berujung pembunuhan," kata Kapolres.
Dijelaskan Premos, keterangan tersangka masih berubah-ubah. Bahkan saat ditanya juga hanya terdiam. Kemungkinan korban juga masih terpikir atas kejadian yang dilakukan. ”Motif utama belum diketahui. Keterangan tersangka berubah-ubah," ujar Premos.
Yang jelas, tersangka mengakui perbuatannya melakukan penganiayaan terhadap tetangga. Hal itu dilakukan membabi buta dengan persoalan yang belum terlalu jelas. Untuk perbuatan tersangka ini dijerat pasal 351 ayat 3 tentang penganiayaan berat dengan ancaman kurungan penjara 15 tahun.
Informasi yang sempat beredar di lapangan menduga bahwa kasus pembunuhan tersebut buntut dari persoalan tanah. Tanah milik pelaku di Kecamatan Pangkalan Banteng ini digadaikan oleh korban. Tanah milik tersangka berdampingan dengan korban dan belum dipecah sertifikatnya.
Tersangka tidak bisa berbuat apa-apa atas tanah yang digadaikan korban. Karena merasa memiliki tanah tapi tidak bisa menggarap tanah. ”Mulai dari situ mungkin tersangka ini emosi dan berusaha mendatangi korban. Tapi respons korban cuek dan terjadilah aksi penganiayaan dan berujung pada pembunuhan tersubut," ujar sumber yang namanya enggan dikorankan.
Bahkan persoalan tanah antara korban dan tersangka ini disebut sudah lama. Namun, tidak kunjung selesai. Uang hasil gadai tanah tersebut dikabarkan dinikmati korban sendiri. (sla/rin/dwi)