PALANGKA RAYA – Aksi damai menolak revisi Undang-undang (UU) tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (MD3) di depan kantor DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng) yang dilakukan oleh puluhan mahasiswa dari berbagai organisasi sempat memanas, Jumat (9/3). Sempat terjadi aksi saling dorong lantaran ban bekas dan keranda yang dibakar para mahasiswa dipadamkan oleh aparat kepolisian.
Puluhan mahasiswa yang mengatasnamakan dirinya sebagai Aliansi Gerakan Rakyat Kalteng Peduli Demokrasi ini menilai revisi UU MD3 telah menciderai demokrasi. Hal inilah yang membuat mereka menolak keras revisi yang dilakukan para petinggi di pusat.
“Jadi inlah kenapa kami sangat tidak setuju dengan apa yang dilakukan terhadap UU MD3 ini. Karena hal tersebut akan membuat demokrasi di Indonesia seakan tidak ada lagi,” kata Andre selaku juru bicara aliansi.
Mereka meminta, DPRD selaku wakil rakyat memperlihatkan keberpihakannya terhadap rakyat. Keberpihakan yang dimaksud harus termuat dalam suatu pernyataan yang akan tembus ke gubernur hingga sampai ke pusat.
“Intinya aksi kami ini untuk meminta pernyataan dari DPRD Kalteng, pemerintah daerah untuk menyatakan keperpihakannya pada kami masyakrakat menolak revisi UU MD3 yang sudah menciderai demokrasi,” ucapnya.
Aksi yang dilakukan mahasiswa ini tidak ada satupun anggota DPRD yang melayani, karena disaat yang bersamaan seluruh wakil rakyat di DPRD Kalteng sedang melakukan kunjungan keluar daerah. Kendati demikian, Andre mengatakan, aksi ini sudah menganmbarkan bahwa mahasiswa Kalteng menolak revisi UU tersebut meski tidak ada tanggapan dari para wakil rakyat.
“Memang aksi yang kami lakukan sedikit terlambat, tapi tetap dilakukan dari pada tidak sama sekali. Karena aksi ini terlebih dahulu pada 13 Februari kemarin sudah ada aksi dari BEM seluruh Indonesia di Jakarta. Jadi kami di daerah mengikuti apa yang dilakukan oleh lingkup nasional,” sebutnya.
Ia menambahkan, ada tiga pasal dalam UU MD3 ini yang menjadi perhatian serius pihaknya, yakni pasal 73, 122 dan 245. Dari tiga pasal itu, pasal 122 huruf K dianggap paling kontroversial karena dinilai menciderai demokrasi dan kebebasan berpendapat yang diatur dalam konstitusi UU 1945.
Sementara itu, dalam pernyataannya para mahasiswa menyebutkan, UU MD3 secara tidak langsung membungkam masyarakat yang ingin mengkritik DPR. Akibatnya, salah sedikit saja kritikan yang disampaikan, maka tidak menutup kemungkinan akan berurusan dengan hukum. Sehingga ratusan juta masyarakat terancam akibat peraturan ini.
“Maka dari itu kami tidak sependapat atas revisi itu, karenanya perlu dukungan dari daerah atas aksi kami,” bebernya. (sho/vin)